Beranda / Berita / Jurang Perguruan Tinggi Nasional dan Daerah

Jurang Perguruan Tinggi Nasional dan Daerah

Jum`at, 17 Februari 2023 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

DIALEKSIS.COM| Banda Aceh- Ada tulisan menarik oleh Syamsul Rizal, Profesor Fisika Kelautan pada Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Tulisanya yang dimuat Kompas pada (16/02/2023). Ulasanya bernas dan menjadi bahan renungan.

Apa yang disampaikan Syamsul Rizal? Menurutnya, perjokian profesor lebih sulit terjadi di PT nasional, karena keberagaman menciptakan diskursus positif terus-menerus dibandingkan di PT daerah yang mengandalkan keseragaman. Keseragaman cenderung mematikan diskursus.

Di lautan terjadi semacam pertarungan antara air laut yang tercampur (well mixed) dan air laut yang bervariasi (stratified), sebutnya.

Air laut menjadi seragam (salinitas atau kegaraman dan temperaturnya) dari permukaan sampai ke dasar laut akibat air laut yang tercampur. Sementara pada kondisi air laut yang bervariasi, temperatur air laut semakin rendah, seiring bertambahnya kedalaman. Salinitas akan bertambah dengan bertambahnya kedalaman, paparnya.

Menurut Syamsul Rizal, kondisi well mixed didukung oleh gaya pasang surut laut yang kuat. Ketika terjadi pasang surut yang kuat, perairan akan diaduk secara merata dari permukaan sampai ke dasar laut oleh gaya pasang surut. Akibatnya, temperatur dan salinitas laut menjadi seragam dari permukaan sampai ke dasar laut.

Hal ini sering terjadi di perairan yang relatif dangkal. Di laut well mixed, keberagaman tak terjadi karena baik salinitas maupun temperaturnya semua sama dari atas permukaan sampai ke dasar laut. Di perairan well mixed, kandungan air yang dimiliki relatif miskin gizi, tulisnya.

Sementara itu, kondisi stratified didukung oleh pemanasan matahari yang menciptakan suhu permukaan laut meningkat hangat, dan menjadikan air hangat ini mengapung di permukaan laut. Dan karena perairan yang relatif dalam, air akan berlapis-lapis: semakin ke dasar laut, air semakin dingin dan asin.

“Di perairan yang relatif dalam ini, gaya pasang surut melemah sehingga kondisi stratified dimungkinkan terjadi. Pada laut yang stratified ini, keberagamannya sangat tinggi: baik salinitas maupun temperaturnya,” jelasnya.

Di perairan yang stratified, menurut Syamsul Rizal, pada kedalaman yang dalam sampai ke dasar laut terdapat kandungan air yang sangat baik dan bergizi tinggi, dan merupakan sumber makanan bagi hewan dan tumbuhan di laut.

Pertarungan well mixed dan stratified di lautan terus terjadi sepanjang masa.

Menurut Profesor dari USK ini, keadaan ini pula yang terjadi pada perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. PTN terbelah menjadi perguruan tinggi nasional (PT nasional) dan perguruan tinggi daerah (PT daerah).

PT nasional memperkuat keberagamannya untuk meningkatkan mutu, PT daerah meningkatkan keseragamannya untuk kepentingan kelompok daerahnya.

Apa yang dimaksud PT nasional? Contoh PT nasional adalah ITB, UI, UGM, dan IPB University, untuk menyebut beberapa. Apa ciri PT nasional? PT nasional, seperti halnya laut yang relatif dalam, bersifat stratified: punya keberagaman yang relatif tinggi. Kalau dipetakan, dosen PT nasional ini relatif beragam dari berbagai macam latar belakangnya sehingga dalam kehidupan keseharian selalu terjadi diskursus yang positif.

“Seseorang tidak berani mempertahankan pendapatnya yang konyol walaupun menguntungkan diri dan kelompoknya karena segan dan takut kepada kelompok lainnya,” jelasnya.

Apa akibatnya? Syamsul Rizal menjawab sendiri pertanyaanya. Dalam kehidupan yang beragam dan tidak dalam proses tekanan, semua pihak diuntungkan, karena setiap kelompok kecil akan berusaha unggul.

“Ini pasti tecermin dalam sikap kedisiplinan dan keprofesionalan dalam mengajar, meneliti, mengabdi kepada masyarakat, dan publikasi,” ujarnya.

Adapun di PT daerah yang relatif seragam latar belakang dosennya akan sulit terjadi diskursus. Yang ada adalah kesiapan untuk bersekutu karena latar belakang yang seragam. Keseragaman akan mematikan diskursus. Akibatnya, PT daerah sulit maju karena sikapnya yang suka dengan keseragaman, dan sulit untuk melihat keuntungan keberagaman dari dunia luar.

Dalam memilih pemimpin pun (rektor, misalnya), latar belakang keseragaman ini jadi penting walau salah dan konyol, jelasnya.

UGM, misalnya, pernah menempatkan Prof Teuku Jacob sebagai rektornya. ITB pernah menempatkan Prof Iskandar Alisjahbana sebagai rektor. IPB pernah memilih Prof Andi Hakim Nasution sebagai rektor.

“Ketiga putra terbaik bangsa ini memungkinkan untuk dipilih sebagai pemimpin karena kompetensi mereka yang tinggi walau tidak berasal dari provinsi tempat PT-PT nasional itu berada,” sebutnya.

Artinya, kalau pada level rektor bisa seperti itu, tentu saja di level bawahnya lagi, seperti dekan sampai ketua program studi, PT nasional akan dapat memilih orang-orang yang sangat pantas.

Dijelaskan Syamsul Rizal, sementara PT daerah yang relatif seragam akan sulit keluar dari keseragamannya: mulai dari ketua program studi sampai rektor, dari senat fakultas sampai senat, akan berisi orang-orang yang seragam.

“Keseragaman cenderung dipertahankan karena akan mempermudah persekongkolan yang menguntungkan kelompoknya, walau untuk itu mutu harus dikorbankan,” sebut Syamsul.

Apa yang harus dilakukan?

Menurut Syamsul, pemerintah harus mengarahkan PT daerah yang seragam menjadi PT nasional yang keberagamannya tinggi. Tanpa keberagaman yang tinggi, PT daerah akan sulit berkembang.

“Karena dosen diangkat pemerintah, seharusnya pemerintah dengan mudah melakukan rekayasa sosial, untuk membuat PT daerah jadi PT yang keberagamannya juga tinggi, secara perlahan tetapi pasti,” jelasnya.

Pemerintah tak boleh hanya mengubah status PTN-Satker atau PTN-BLU jadi PTN-BH, untuk membuat PTN daerah menjadi PTN nasional. PT tak akan berubah hanya dengan berubah statusnya. PT hanya bisa berubah jika diskursus dimungkinkan terjadi. Ini hanya mungkin terjadi apabila dosen-dosen di sebuah PT memiliki keberagaman tinggi.

“Saya melihat inilah yang terjadi pada proses pendidikan tinggi: ada yang mengandalkan keberagaman, ada yang mengandalkan keseragaman. Hal ini pulalah yang menjadi alasan timbulnya alasan perjokian profesor yang disoroti Kompas,” sebutnya.

Perjokian profesor itu menurut Frofesor Fisika keluatan USK ini, akan lebih sulit terjadi di PT nasional karena keberagaman menciptakan diskursus positif terus-menerus.

“Pada PT daerah sulit terjadi diskursus karena keseragaman akan mematikan diskursus. Padahal, diskursus adalah jiwa dan raga sebuah PT,”tutupnya.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda