Isu Tunda Pemilu Kembali Mencuat Diduga Karena Ada Kelompok Terorganisir
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi Pemilu [Foto: Net]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Noory Okthariza menduga ada kelompok terorganisir di balik putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan pemilu 2024.
"Saya sulit untuk tidak lihat putusan PN Jakarta Pusat sebagai bagian, dengan segala hormat, kelompok yang ingin pemilu ditunda. Kelompok ini bisa terorganisir, bisa tak terorganisir, tapi tujuannya sama, pemilu ditunda. Entah satu atau dua tahun dan seterusnya," kata Noory yang disiarkan di kanal YouTube CSIS, Jumat (3/3).
Noory mengatakan banyak instrumen yang bisa kelompok ini lakukan demi menunda Pemilu. Baik melalui amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945, menghadirkan GBHN, hingga mobilisasi kepala desa. Untuk kasus kali ini, ia mengatakan kelompok ini bergerak melalui mekanisme pengadilan.
"Banyak hal yang sudah dilakukan. Tapi kelompok ini hari ini masuk lewat pintu pengadilan," kata dia.
Noory mengatakan pergerakan kelompok yang ingin menunda pemilu makin serius jelang pemilu. Ia juga berpandangan kelompok ini mudah dilacak jejaknya melalui sosial media. Noory juga menjelaskan kelompok ini kerap menjadikan isu penundaan pemilu sebagai komoditas di politik.
"Makin mendekat ke tahun politik isu ini jadi komoditas untuk political bargaining. Sekali di setop muncul isu baru. Dan dinamika ini jadi bargaining isu jadi komoditas," kata dia.
Selain itu, Noory meminta Presiden Joko Widodo segera bersikap untuk merespons putusan PN Jakpus ini. Ia mengatakan sampai saat ini sikap Jokowi masih belum terlihat jelas.
"Kita ingin dengar pendapat presiden gimana, posisi presiden seperti apa. Pak Mahfud sudah sampaikan. Sekarang presiden gimana sikapnya?" kata dia.
Pernyataan CSIS ini senada dengan diungkapkan oleh Wakil Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani beberapa waktu lalu.
Arsul menyebut masih terdapat sejumlah pihak yang terus berusaha menunda pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024. Kendati demikian, saat itu Arsul tidak merinci lebih jauh ihwal identitas kelompok yang memperjuangkan penundaan pemilu.
"Sebagaimana juga informasi yang saya dapatkan, di tengah masyarakat kan juga ada ikhtiar dari kelompok tertentu yang masih mengupayakan penundaan Pemilu," ujarnya di DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/2).
Majelis Hakim PN Jakarta Pusat sebelumnya mengabulkan gugatan Partai Prim dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024. Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.
PN Jakarta Pusat menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima. Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menegaskan putusan itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah. Ia menjelaskan masih ada upaya hukum di pengadilan tinggi. [CNN Indonesia]