Ini Poin Penting Revisi Kedua UU ITE
Font: Ukuran: - +
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong (Istimewa)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Usman Kansong mengungkapkan, revisi kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2028 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang akan segera disahkan memiliki setidaknya dua poin utama.
Pertama, terdapat penambahan pasal yang melindungi anak di ruang digital. Kedua, ada pengecualian yang diatur dalam Pasal 27 UU ITE. Hal ini disebabkan dalam beberapa kasus di masyarakat, terdapat interpretasi yang berbeda yang dapat membuat seseorang yang seharusnya melaporkan kasus penghinaan justru menjadi tersangka. Contohnya dalam kasus Baiq Nuril.
Usman menjelaskan, dengan adanya pasal pengecualian tersebut, seseorang dapat dikecualikan dari sanksi UU ITE jika tindakan tersebut dilakukan untuk membela diri dan dapat dibuktikan.
"Sebelumnya tidak ada pengecualiannya. Orang dilarang menghina, mencemarkan nama baik, atau menurunkan martabat orang, tetapi sekarang ada pasal pengecualian yang memperbolehkan jika dilakukan untuk pembelaan diri dan dapat dibuktikan," ujar Usman Kansong, Selasa (5/12/2023).
Usman menegaskan, revisi UU ITE dilakukan untuk menjaga kebebasan berpendapat di ruang publik sambil tetap mempertimbangkan hak dan kebebasan individu lainnya. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan ruang digital di Indonesia dapat menjadi tempat yang aman dan sehat.
"Revisi Undang-Undang ITE ini juga bertujuan untuk memberikan kepastian hukum. Kehadiran pasal pengecualian memberikan kepastian hukum dalam situasi tertentu," tandas Usman.
Sidang paripurna untuk pengambilan keputusan tentang RUU Perubahan Kedua UU ITE Akan dilaksanakan pada Selasa (5/12/2023). Sebelumnya, rapat panja serta rapat tim sinkronisasi (timsin) dan tim perumus (timus) telah menyepakati perubahan 14 pasal existing serta penambahan lima pasal.