Beranda / Berita / Ini Penyebab Penurunan Stunting Berjalan Lambat

Ini Penyebab Penurunan Stunting Berjalan Lambat

Minggu, 17 Desember 2023 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Berbagai pihak menyoroti kampanye penanganan stunting yang selama ini digaungkan pemerintah tidak berdasar pada persoalan yang dihadapi masyarakat. Ini membuat penurunan stunting berjalan lambat.

“Selama ini narasi mengatasi stunting adalah dengan ASI ekslusif. Ibu itu bukannya tidak mau memberikan ASI ekslusif untuk anaknya, tapi karena tidak mampu, karena bekerja, karena kondisi kesehatan dan ibu meninggal. Anak-anak yang tidak mendapat ASI ekslusif ini larinya ke kental manis,” ujar Ketua Bidang Advokasi YAICI, Yuli Supriati, dalam kegiatan urun rembuk yang dilakukan YAICI bersama PP Aisyiyah, PP Muslimat NU, dan para mitra, dilansir pada, Minggu (17/12/2023).

Berdasarkan hasil penelitian Universitas Muhammadiyah mengenai kebiasaan konsumsi kental manis oleh balita, sebanyak 11,4 persen balita di Banten, 8,4 persen di DKI Jakarta, dan 5,3 persen di DI Yogyakarta mengonsumsi kental manis.

Tidak hanya itu, 78,3 persen responden di Banten, 88,1 persen di DKI, dan 95,2 persen di DI Yogyakarta memberikan kental manis kepada balitanya lebih dari 1 sachet perhari.

Adapun, faktor utama pemberian kental manis pada anak ini disebabkan persepsi masyarakat di tiga wilayah ini yang masih menganggap kental manis adalah susu. Sehingga, kebiasaan memberikan kental manis untuk anak dan balita ini harus dicegah sedini mungkin supaya tidak berlanjut.

Penelitian Universitas Muhammadiyah sebelumnya juga menunjukkan balita secara alamiah sangat suka makanan manis, terlebih lagi ketika ada paparan gula tambahan di dalam makanan. 

Sementara itu, perwakilan dari Repdem Roesmarni Rusli mempertanyakan mekanisme pengawasan peredaran produk dengan kandungan gula yang tinggi di masyarakat.

“Produk kental manis ini berdasarkan PerBPOM Nomor 31 Tahun 2018, sudah diatur pada labelnya tidak boleh menyertakan kata susu, seharusnya ditulis krimer kental manis. Sekarang, kalau kita lihat, pada kemasan kental manis kembali lagi mencantumkan susu kental manis, ini apakah BPOM kembali mengubah peraturannya atau memang tidak ada pengawasan terhadap ini?” ujar Roesmarni.

Dalam kesempatan lain, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sedang melakukan audit kasus stunting. Hal ini untuk mengetahui faktor-faktor risiko penyebab stunting.

Penata Kependudukan dan Keluarga Berencana Ahli Madya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Maria Gayatri, mengakui persoalan kental manis seharusnya mendapat perhatian lebih.

“Susu kental manis ini jarang sekali dibahas di BKKBN, nanti akan disampaikan ke pimpinan,” ujar Maria.

Dokter anak RS Mayapada, dr. Kurniawan Satria Denta, mengatakan salah satu kunci mencegah stunting adalah kualitas protein yang diberikan untuk anak. Protein yang paling baik adalah protein hewani, telur, ikan, dan susu.

"Ini jenis protein hewani yang tersedia di sekililing kita,” jelas Denta.

Selain itu, dia menyoroti masifnya informasi yang beredar di masyarakat dapat memicu pola makan yang salah pada anak. “Di tiktok saya lihat, ada ibu-ibu memberikan kental manis untuk anak yang belum 1 bulan. Saat ibu-ibu lain melihat dan mereka tidak dibekali edukasi gizi yang cukup, bisa saja dia meniru perilaku ini. Ini menurut saya juga harus di atasi,” tegas dia.

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda