kip lhok
Beranda / Berita / Ekonom Senior Kritik Sri Mulyani Terkait Penanganan Covid-19

Ekonom Senior Kritik Sri Mulyani Terkait Penanganan Covid-19

Senin, 21 Juni 2021 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ekonom senior Faisal Basri, mengomentari kinerja Menteri Keuangan (Menkeu) terkait tindakannya dalam menangani pandemi covid-19. Faisal menilai seharusnya pemerintah lebih fokus dalam menangani kesehatan yang seharusnya diurus oleh Menteri Kesehatan (Menkes) ketimbang mendahulukan permasalahan ekonomi.

“Dari awal yang di urus itu hanya ekonomi semata, apa-apa bicara ekonomi. Tapi ketika sudah parah Menkeu hanya diam membisu. Saya mengira adanya angin segar Menkes yang baru maka akan ada perubahan, namun karena tetap ada di bawah kendali Menkeu hasilnya sama saja,” ujar Faisal dalam dalam konferesi pers, Minggu (20/6).

Menurutnya pandemi Covid-19 tidak kunjung membaik dikarenakan proses pendataan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Data tersebut terhambat di daerah-daerah yang tidak memastikan pendataan masyarakat yang terpapar dengan benar. Bahkan banyak data-data yang dimanipulasi dan di korupsi untuk kebutuhan yang tidak baik.

Ketika data sudah sesuai dan berjalan dengan baik maka pemerintah bisa siap mengantisipasi jika pandemi ini sudah tidak terkendali lagi, sehingga dari awal sudah ada antisipasi dari hasil perkiraan data tersebut.

Faisal mengatakan, bahwa seluruh ekonom dunia menyarankan secara lugas bahwa krisis kesehatan harus segera dipulihkan karena ini menjadi syarat pemulihan ekonomi. Dirinya menyatakan merasa lelah karena terus bersuara namun tak kunjung dilaksanakan.

Selain itu, pemerintah sebaiknya harus memilih komando arahan yang jelas. Jika Indonesia sudah fokus pada penanganan kesehatan maka ongkos ekonominya akan lebih murah. “kita harus benar-benar mutlak menyelesaikan kesehatan, lockdown adalah keputusan yang mutlak. ” ujarnya.

Bahkan jika perlu Faisal menyarankan agar Menkeu lebih fokus untuk mencari dana bahkan jika perlu meminjam uang. Karena hutang akan lebih cepat dibayar kalau recovery-nya sudah terjadi. Jika tidak segera dilakukan, biaya yang dikeluarkan akan semakin mahal. Perkiraan jika terjadi lockdown Indonesia hanya perlu waktu 2 minggu saja. Namun jika tetap dibiarkan pemerintah harus jauh lebih besar mengeluarkan uang dibandingkan lockdown.

Sementara itu, daerah adalah tempat paling parah yang terkena dampak pandemi ini. Menurut Faisal banyak daerah yang sudah tidak mempunyai uang sama sekali. Karena provinsi biasanya pendapatannya bergantung pada pajak kendaraan bermotor, kabupaten kota bergantung dengan pajak hotel dan restoran. Sementara pendapatan pajak tersebut berkurang karena banyak hotel dan restoran yang tutup.

Untuk Faisal menghimbau agar pemerintah pusat harus bertanggung jawab, juga menyerahkan sebagian tugas pemulihan ini kepada para ekonom sehingga ekonom tinggal menyiapkan apa saja yang perlu diantisipasi ketika pandemi ini “kolaps.”

“Pemerintah juga jangan pernah membiarkan ada work from destination, konsepnya sebaiknya mobilitas dan kita harus bekerja di rumah. Kasihan orang-orang di sekitar tempat wisata karena virusnya dibawa oleh orang yang berwisata,” sambung Faisal.[Kontan]

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda