kip lhok
Beranda / Berita / Dr Khaddafi: Zakat Bukan Pengurang Pajak, Tapi sebagai Pengurangan Penghasilan Kena Pajak

Dr Khaddafi: Zakat Bukan Pengurang Pajak, Tapi sebagai Pengurangan Penghasilan Kena Pajak

Minggu, 05 Juni 2022 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Foto: dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Akademisi Fakultas dan Bisnis Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe Dr Muammar Khaddafi menyatakan, pajak dan zakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan pemenuhan kewajiban baik dalam kehidupan bernegara maupun beragama. 

Pada prinsipnya, jelas dia, baik pajak dan zakat memiliki persamaan yaitu tujuan yang sama untuk menyelesaikan masalah ekonomi. Keduanya telah diatur agar dapat dikelola menurut cara yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan, yakni dengan menyetorkan pembayarannya ke lembaga resmi yang sudah disahkan pemerintah.

Akan tetapi, ungkap Dr Khaddafi, pada praktik pelaksanaannya tidak sedikit masyarakat yang masih bingung mengenai dua hal ini. 

Menurut Undang-undang Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat di Pasal 22 disebutkan ”Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak,” tulis Dr Khaddafi kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (5/6/2022) mengutip bunyi Pasal tersebut.

Selanjutnya, pada Pasal 23 (1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. (2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Dan syarat Zakat agar dapat dibiayakan (diperhitungkan sebagai pengurang) menurut Pasal 9 ayat 1 (g) UU Nomor 36 Tahun 2008 adalah dibayarkan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. dapat betul-betul saling menggantikan

Sementara itu, Dr Khaddafi menegaskan, zakat bukan sebagai pengurang pajak tapi zakat sebagai pengurangan penghasilan kena pajak, hal ini merupakan suatu hal yang sangat berbeda.

Sebagai pemahaman berikut sajian ilustrasinya:

Contoh : Zakat sebagai pengurangan Penghasilan kena pajak

Gaji 1 Tahun Rp. 28.000.000

Biaya jabatan (-) Rp. 1 296.000

Iuaran Pensiun (-) Rp. 560.000

 Penghasilan Netto 1 tahun Rp. 26.144.000

Zakat Penghasilan (-) Rp. 700.000

PTKP (-) Rp. 2.880.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 22.564.000

Pajak Penghasilan (5%) Rp. 1.128.200


Contoh : Zakat Sebagai pengurangan Pajak

Gaji 1 Tahun Rp. 28.000.000

Biaya jabatan (-) Rp. 1 296.000

Iuaran Pensiun (-) Rp. 560.000

Penghasilan Netto 1 tahun Rp. 26.144.000

PTKP (-) Rp. 2.880.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 23.264.000

Pajak Penghasilan (5%) Rp. 1.163.200


Dengan kewajiban zakat sebesar Rp. 700.000 (2,5% X Rp. 28.000.000)dan kewajiban Pajak sebesar Rp. 1.163.200 - Zakat Rp. 700.000 = Rp. 463.200 (ini lah pajak yang harus dibayar setelah dikurangi zakat) kalau zakat dianggap sebagai pengurangan Pajak. 

Oleh karena itu, Dr Muammar menyatakan, bunyi Pasal 191 dan 192 dalam Undang-undang Pemerintah Aceh harus direvisi ulang dengan menjadi “zakat sebagai pengurangan pajak” bukan ”zakat dikurangkan dari penghasilan kena pajak.”

Dengan tinjauan tersebut, Dr Muammar menyimpulkan bahwa Negara Indonesia sudah mengakomodasi kerancuan sistem Pajak dan Zakat dengan menempatkan Zakat sebagai unsur pengurang penghasilan netto yang akan diproses lebih lanjut untuk menjadi dasar pengenaan pajak.

“Sistem ini dianggap belum sepenuhnya membuat pajak dan zakat saling menggantikan karena dampak pengurangan ini tidak signifikan dan lagi hanya zakat yang diserahkan ke LAZ atau BAZ yang didirikan atau disahkan oleh pemerintah yang boleh dibiayakan,” ucapnya.

Hanya saja, kata dia, jika pemenuhan kewajiban zakat sudah optimal dan peranannya bagi ekonomi negara makin besar, maka ada kemungkinan posisinya makin sejajar dengan pajak sehingga;

A. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sekalian sebagai Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ), sehingga pemerintah dengan mudah untuk mengontrol masyarakat yang membayar Zakat yang bisa sebagai acuan pengurangan Pajak.

B. Zakat sudah bisa dianggap sebagai penerimaan Negara dengan penggunaan belanja Negara yang terpisah sesuai dengan penyaluran zakat tersebut.(Akhyar)

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda