Bunuh Diri! Polemik Lama yang Sering Terabaikan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Terkadang, peristiwa bunuh diri sering dipandang sebelah mata. Tak ada yang tahu pasti kapan peristiwa bunuh diri akan terjadi, tak seorang pun juga bisa meramal aksi bunuh diri ini akan dilakukan lewat diagnosa gejala tertentu, sehingga besar kemungkinan peristiwa bunuh diri tak diketahui alasannya.
Pada umumnya, bunuh diri merupakan tindakan atas dasar luapan emosi. Ditambah dengan buntunya pemikiran dan keputusasaan, akhirnya seseorang dengan nekat dan tanpa pikir panjang berkesimpulan untuk melakukan bunuh diri.
Dari beberapa sumber, sebagian besar orang yang mencoba bunuh diri memiliki penyakit kejiwaan. Lebih dari 90 persen orang yang bunuh diri memiliki gangguan mental seperti depresi, gangguan bipolar, atau diagnosis lainnya.
Penyakit kronis, penyalahgunaan zat, trauma kekerasan, faktor sosial ekonomi, hingga putus cinta pun umum menjadi pendorong keinginan bunuh diri. Meski terbilang sebagai alasan yang logis, tapi tak seorang pun yang tahu pasti penyebab dan mengapa seseorang berani mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Salah seorang Psikolog asal Aceh, Tengku Sheila Noor Faraza mengatakan, mengabaikan emosi merupakan kesalahan fatal. Apabila seseorang terjebak dalam kesedihan, meski secara sadar mengakui dan menerima keadaan, emosi kesedihan tak boleh ditahan.
“Jangan berusaha untuk selalu kuat. Biarkanlah emosi kita keluar,” ungkap Sheila saat membagikan tips kiat menghindar dari maut diri sendiri, Banda Aceh, Selasa (11/1/2022).
Ia melanjutkan, berbicara kepada orang lain atau berkeluh kesah kepada orang lain juga bisa meringankan beban perasaan yang dialami seseorang. Oleh sebab itu, kata dia, tak ada salahnya jika membicarakan masalah yang dialami diri sendiri kepada orang lain.
Di sisi lain, dengan menilik masih banyaknya kasus bunuh diri di negeri ini, Sheila berharap agar pemerintah ikut andil dalam mensosialisasikan pencegahan tindak bunuh diri lewat program-program pemerintah.
Tujuannya, jelas dia, tentu saja untuk memberi pemahaman kepada masyarakat supaya tahu betapa pentingnya kesehatan mental.
Tak hanya dari pemerintah, ungkapnya, media massa juga ikut berperan secara signifikan dalam menciptakan keadaan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan jiwa seseorang.
“Dengan harapan, semoga kedua rekomendasi ini bisa menekan lajunya angka bunuh diri di Indonesia, terkhusus untuk wilayah regional kita,” pungkasnya.