kip lhok
Beranda / Berita / Bawaslu Usul Tunda Pilkada, Pengamat: Urus Dulu Baliho Bertebaran

Bawaslu Usul Tunda Pilkada, Pengamat: Urus Dulu Baliho Bertebaran

Jum`at, 14 Juli 2023 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mempertanyakan langkah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang mengusulkan Pilkada Serentak 2024. Menurut Ray, Bawaslu seharusnya fokus mengurusi persoalan yang ada di depan mata, bukan pilkada yang baru akan dilaksanakan pada November 2024.

"Kejauhan Bawaslu berpikir soal jadwal pilkada. Pikirin dan urus aja dulu itu spanduk-spanduk partai politik yang banyak sekali bertebaran. Kejauhan mikirin pilkada yang pelaksanaannya November 2024," kata Ray dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (13/7/2023).

Ray menjelaskan, baliho dan spanduk partai politik maupun caleg sudah bertebaran di setiap sudut di berbagai daerah. Menurut dia, baliho menjamur di setiap sudut seperti tidak ada aturan. Bahkan, baliho dan spanduk milik para kontestan pemilu itu sudah membuat pemandangan menjadi kumuh.

"Karena itu, saran saya kepada kawan-kawan Bawaslu daripada kita berpikir ke November 2024, mending kita mikirin baliho saja. Kenapa tidak ditertibkan sehingga pemilu kita tidak menimbulkan kekotoran?" ujarnya.

Selain menertibkan baliho, Ray juga mendorong Bawaslu untuk fokus mencegah dan menindak praktik politik uang, terutama yang terjadi di tempat ibadah. Pernyataan Ray ini berkaca dari peristiwa bagi-bagi uang kepada jamaah di sejumlah masjid di Sumenep, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Uang itu berasal dari Ketua DPP PDIP Said Abdullah.

"Yang paling penting itu tertibkan dulu politik uang di masjid. Berpikiran jauh sampai ke November 2024, tapi permasalahan yang di depan mata tidak teratasi," kata Ray.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengusulkan agar semua pihak terkait mulai membahas opsi menunda gelaran Pilkada  Serentak 2024. Sebab, ada sejumlah potensi masalah besar yang akan muncul apabila Pilkada Serentak dilaksanakan sesuai jadwal, yakni 27 November 2024.

Bagja menjelaskan, masalah pertama adalah pelaksanaan tahapan pilkada beririsan dengan pelaksanaan tahapan Pemilu 2024. Untuk diketahui, hari pemungutan suara pemilu dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Presiden dan wakil presiden terpilih dilantik Oktober 2024.

"Kami khawatir sebenarnya Pilkada 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru. Tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) bertemakan Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu Serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Permasalahan kedua, kata Bagja, adalah potensi gangguan keamanan yang tinggi dalam gelaran Pilkada Serentak 2024. Masalahnya, aparat keamanan tidak bisa diperbantukan ke daerah yang sedang mengalami gangguan keamanan, karena aparat fokus menjaga daerah masing-masing yang juga sedang menggelar pilkada.

"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ujarnya.

Potensi gangguan keamanan saat pergantian tampuk kepemimpinan pemerintahan pusat ini lah yang membuat Bagja mengusulkan agar opsi penundaan Pilkada Serentak 2024 dibahas. "Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada), karena ini pertama kali serentak," kata Bagja.

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda