Alasan BI Borong Surat Utang Lagi
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali membeli surat utang pemerintah untuk membantu pembiayaan penanganan pandemi virus corona. Untuk 2022, nilainya adalah Rp 244 triliun, naik dibandingkan tahun ini yang sebesar Rp 215 triliun.
BI akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) dalam dua skema yaitu klaster A dan klaster B. Untuk 2022, klaster A bernilai Rp 40 triliun. Suku bunga yang berlaku adalah BI Reverse Repo Rate tenor tiga bulan yang akan ditanggung oleh BI.
Skema kedua kedua adalah klaster B yang bernilai Rp 184 triliun pada 2022. Suku bunga yang berlaku adalah BI Reverse Repo Rate tenor tiga bulan yang akan ditanggung oleh BI.
Klaster B ini akan digunakan untuk penanganan aspek kesehatan di luar klaster A. Selain itu juga akan digunakan untuk pembiayaan program perlindungan bagi masyarakat dan usaha kecil yang terdampak pandemi.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengungkapkan ada beberapa alasan yang membuat MH Thamrin kembali berkontribusi dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pertama adalah memenuhi panggilan negara.
"Kerja sama erat antara pemerintah dan BI adalah untuk memenuhi panggilan negara dalam mengatasi masalah kesehatan dan kemanusiaan dari dampak pandemi Covid-19, khususnya dari delta variant," kata Perry dalam konferensi pers, Selasa (24/8/2021).
Kedua, lanjut Perry, adalah menurunkan beban anggaran negara. Pandemi telah menyebabkan kenaikan kebutuhan anggaran yang tidak terduga untuk kesehatan dan kemanusiaan di APBN. Ini berisiko menurunkan kemampuan kebijakan fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Penerbitana SBN dengan bunga pasar akan membuat beban negara tinggi, juga tidak sejalan dengan asas kesehatan dan kemanusiaan. Itulah motivasi saya dan jajaran BI dan Kementerian Keuangan," tegas Perry.
Ketiga, pembelian SBN akan memperkaya 'amunisi' BI dalam melakukan operasi moneter. SBN yang dibeli BI bisa diperdagangkan, sehingga bisa menjadi instrumen dalam operasi moneter.
"Kami bisa menggunakan SBN dalam operasi moneter. Ini sesuai dengan mandat BI yaitu menjaga nilai tukar rupiah dan inflasi, termasuk kemampuan kami mengantisipasi dampak rentetan global dan juga tapering," tambah Perry.[CNBC Indonesia]