Beranda / Berita / Aceh Juara Ujaran Kebencian di Media Sosial, Simak!

Aceh Juara Ujaran Kebencian di Media Sosial, Simak!

Sabtu, 07 Desember 2024 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Destika Gilang Lestari, Koordinator Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Aceh. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Sebuah riset mutakhir mengungkap realitas kelam perpolitikan digital menjelang Pilkada 2024. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Monash University menemukan fakta mengejutkan: Provinsi Aceh menempati posisi teratas dalam penyebaran konten berbau kebencian di media sosial.

Penelitian komprehensif yang dilakukan pada rentang waktu 1 Agustus hingga 23 November 2024 ini menganalisis 185.000 teks konten dari lima provinsi - Jawa Barat, Aceh, Sumatera Barat, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara - melalui platform TikTok dan X (Twitter).

Temuan kunci menunjukkan Aceh mencatat persentase ujaran kebencian tertinggi, mencapai 40,26 persen dari total konten yang dianalisis.

"Kami melihat massifnya penyebaran ujaran kebencian di media sosial, terutama TikTok di Aceh," ujar Destika Gilang Lestari, Koordinator Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Aceh, saat diminta pendapat Dialeksis (07/12/2024) terhadap hasil riset tersebut.

Destika menjelaskan bahwa tingginya intensitas ujaran kebencian dipicu oleh dinamika politik menjelang Pilkada 2024. Para tim sukses kandidat kepala daerah di tingkat kabupaten dan kota secara agresif menggunakan TikTok sebagai platform kampanye digital.

"Hampir seluruh lapisan masyarakat menggunakan aplikasi ini, memudahkan konsumsi informasi yang sangat cepat, termasuk konten berbahaya," tambahnya.

Riset tersebut dalam pandangan Gilang mengungkapkan praktik paling berbahaya terjadi ketika tim sukses saling menyebarkan konten untuk menjatuhkan lawan politik, yang berujung pada penyebaran informasi tidak layak konsumsi.

“Dampak terparah adalah terjadinya polarisasi massive di tengah masyarakat. Konflik yang dipicu oleh ujaran kebencian berpotensi mengikis kohesi sosial dan mengganggu proses demokrasi yang sehat,” tegasnya.

Peringatan keras pun terlontar Gilang, dibutuhkan kesadaran kolektif untuk menghentikan penyebaran racun digital yang mengancam masa depan demokrasi di Aceh maupun Indonesia.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI