TANGGAPAN DAN CATATAN Most Liveable City Index (MLCI) 2017
Font: Ukuran: - +
Reporter : Jaka Rasyid
Beberapa waktu lalu, Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia baru saja meluncurkan indeks kota layak huni di Indonesia melalui survei bertajuk Most Livable City Index (MLCI) 2017(30/01/2017) yang mengukur persepsi warga kota mengenai kelayak-hunian kota tempat tinggalnya. Indeks tersebut disusun berdasarkan hasil survei yang digelar di 26 kota dan 19 provinsi. Pada tahun 2017, hasil survey menunjukkan bahwa index kota layak huni untuk Kota Solo mencapai 66,9. Selain Solo, ada enam kota lain yang masuk ke dalam top tier city, yakni kota dengan nilai index livability di atas rata-rata. Keenam kota tersebut yakni Palembang (66,6), Balikpapan (65,8), Denpasar (65,5), Semarang (65,4), Tangerang Selatan (65,4) dan Banjarmasin (65,1). Selain kota-kota layak huni, survei juga menunjukkan kota-kota yang dinilai tidak layak huni oleh warganya sendiri. Kota-kota tersebut yaitu Pontianak (62,0), Depok (61,8), Mataram (61,6), Tangerang (61,1), Banda Aceh (60,9), Pekanbaru (57,8), Samarinda (56,9), Bandar Lampung (56,4), Medan (56,2), dan Makassar (55,7) (IDN Times).
Terkait dengan hasil survey yang dirilis oleh IAP terutama terkait dengan Kota Banda Aceh, Dr. Fahmi Abduh menanggapi bahwa walaupun hasil survey menempatkan Kota Banda Aceh di posisi bottom tier dibandingkan dengan misalnya Kota Tangerang Selatan yang berada di top tier city (e.g. lihat Konsep pembangunan BSD City di kota Tangerang Selatan), namun hasil survey tersebut dapat menjadi masukan yang konstruktif dalam rangka meningkatkan strategi dan kebijakan yang akan dipilih oleh pemegang kebijakan di kota Banda Aceh dalam rangka meningkatkan quality of life warga kota Banda Aceh melalui strategi perencanaan dan penataan kawasan yang lebih inklusif dan berkualitas dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Lebih jauh alumnus University of Leeds UK ini, menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Banda Aceh juga perlu melakukan kerjasama yang lebih baik dengan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar (e.g. terutama dalam isu rencana pengembangan ibukota Provinsi Aceh) untuk lebih meningkatkan kualitas kebijakan publik yang dipilih untuk diimplementasikan, terutama misalnya dengan memperhatikan aspek sebagai berikut : 1) Ketersediaan pangan, 2) tata kota, 3) jaringan infrastruktur transportasi, 4) penurunan risiko bencana, 5) persampahan dan 6) pengelolaan air bersih yang harus dilakukan dalam koridor pembangunan berkelanjutan.
Keterintegrasian perencanaan tata ruang Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dengan memperhatikan beberapa aspek di atas akan mengarahkan rencana lokasi kawasan permukiman dalam jaringan sarana dan prasarana kota yang lebih berkualitas terutama dengan memperhatikan beberapa lokasi yang berada di kecamatan Aceh Besar yang berbatasan dengan kota Banda Aceh. Melalui implementasi strategi ini tentu saja diharapkan wilayah kawasan perkotaan yang berada di dalam wilayah administrasi Kota Banda Aceh dan kabupaten Aceh Besar akan menjadi wilayah kawasan perkotaan yang lebih layak huni di masa depan, tanpa harus mengorbankan kawasan pertanian yang telah berkontribusi dalam menopang aspek ketersediaan pangan selama ini yang terletak di Kabupaten Aceh Besar.
Dr Fahmi Juga menambahkan bahwa terkait dari hasil survey ini, Pemerintah Kota Banda Aceh juga harus memulai implementasi pendekatan "evidence based-planning" dalam memformulasikan strategi dan kebijakan publik yang akan di-implementasikan di Kota Banda Aceh di masa hadapan melalui konsep kolaborasi ABGCM (Academia, Business, Government, Community dan Media). Lebih jauh, melalui strategi ini, proses perumusan rencana tata ruang dalam rangka meng-integrasikan rencana kawasan hunian baru dengan jaringan infrastruktur akan lebih mudah dilakukan sehingga tingkat kualitas hidup masyarakat diharapkan menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Dengan adanya perencanaan tata ruang yang berkualitas maka proses penataan kawasan akan menjadi lebih baik yang tentunya pada akhirnya tidak hanya akanmerubah persepsi warga kota Banda Aceh dalam memberikan penilaian terhadap kelayak-hunian kota tempat tinggalnya tapi juga akan memberikan perspektif yang lebih baik dalam aspek untuk meningkatkan daya tarik investasi di wilayah kawasan perkotaan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dalam sebuah sistem kawasan perkotaanyang inklusif, berkelanjutandan terintegrasi.