Warga Nyatakan “Perang” Tolak Perpanjangan Izin HGU, Desas-desus Oligarki di Aceh Timur
Font: Ukuran: - +
Reporter : akhyar
[Foto: For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Aceh Timur - Sebanyak 10 gampong di Kabupaten Aceh Timur menolak perpanjangan izin atas Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Flora dan PT Dwi Kencana Semesta.
Serikat masyarakat yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan melayangkan surat kepada Gubernur Aceh Nova Iriansyah untuk menjelaskan perihal keberatan warga terhadap izin perpanjangan HGU kedua perusahaan tersebut, serta menuntut respons dari Pemerintah Aceh segera.
Dikabarkan setidaknya ada 12 butir penyampaian alasan warga mengapa sangat menolak perpanjangan izin HGU kedua perusahaan tersebut. Diantaranya bahwa pemegang HGU tidak pernah memenuhi kewajiban membangun dan memelihara sarana-prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan area.
[Foto: For Dialeksis]
Dalam poin yang lain disebutkan bahwa perusahaan telah merampas secara paksa tiga wilayah dusun, yakni Dusun Alue Kacang, Dusun Jambo Camplie dan Dusun Alue Sunong, yang mana ketiga dusun tersebut masuk ke dalam wilayah Gampong Jamboe Reuhat.
Saat dikonfirmasi secara terpisah, Koordinator Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan Tgk M Mudawali menyatakan, sampai hari ini pihak masyarakat belum menerima respons apa-apa terkait advokasi gugatan yang dilayangkan kepada Gubernur Aceh, baik itu dari pihak perusahaan maupun dari sisi pemerintah daerah.
“Sampai hari ini belum ada respons. Saya sebagai koordinator belum pernah dihubungi oleh pihak perusahaan, dan Pemerintah Aceh juga belum merespons,” ujar Mudawali kepada reporter Dialeksis.com, Aceh Timur, Jumat (10/6/2022).
Hal yang dipermasalahkan warga kabupaten Aceh Timur, jelas Mudawali, pengukuran batas tanah HGU tidak pernah melibatkan masyarakat setempat, yang dilibatkan hanya sejumlah aparatur desanya saja namun dengan keadaan sangat terbatas.
“Bisa dibilang pengukuran (batas tanah HGU-red) dibuat secara diam-diam,” ungkapnya.
Di sisi lain, Mudawali menyatakan, ada bagian wilayah gampong yang ditarik masuk ke dalam wilayah HGU. Terdapat juga lahan warga yang sudah dikuasai secara turun-temurun masuk ke dalam HGU.
Meskipun ada sebagian lahan warga sudah dibebaskan, namun yang menjadi tanda-tanya adalah jumlah HGU kedua perusahaan tersebut tidak berkurang.
[Foto: For Dialeksis]
“Kita menduga ada indikasi pengelembungan batas tanah yang terjadi di sana,” ungkapnya.
Kemudian, kata dia, terdapat juga lahan pemukiman warga yang digusur tempo dulu dengan memanfaatkan situasi Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh masuk ke dalam HGU perusahaan tersebut.
“Dulu warga diancam kalau tidak kasih tanah mereka akan dianggap sebagai pendukung Gerakan Pengacau Keamanan (GPK)/Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Masalahnya hari ini batas HGU tidak jelas. Saat ditanya ke BPN dibilangnya rahasia negara. Tapi kan menurut masyarakat itu hanya rahasia oknum saja,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan ini menuntut agar sengketa tanah HGU dengan lahan warga bisa cepat diselesaikan. Minimal, pintanya, HGU yang dibiarkan terbengkalai oleh kedua perusahaan itu bisa dibebaskan atau dimanfaatkan warga untuk pembangungan pemukiman gampong.
“Ya, karena ada bagian wilayah warga yang masuk ke dalam HGU. Jadi kita harap supaya bisa dibebaskan,” tuturnya.
Belum lagi, kata dia, yang membuat kesal warga setempat karena HGU dibiarkan terbengkalai itu sudah menjadi sarang satwa liar, seperti gajah dan harimau. Sehingga banyak ternak warga yang dimangsa, dan juga sawit warga habis dimakan.
“Dari sanalah kami berangkat dengan mengambil kesimpulan bersama bahwa masyarakat sudah sangat dirugikan oleh kehadiran perusahaan,” tegasnya.
Benarkah Perusahaan Lelang Tanah HGU ke Bank?
Berdasarkan perkembangan isu di sekitar warga setempat, masyarakat Kabupaten Aceh Timur mendengar desas-desus yang menyatatakan bahwa HGU PT Dwi Kencana Semesta sudah dilelang ke perbankan. Sehingga aset daerah Aceh Timur telah dijadikan jaminan hutang oleh pengusaha untuk dibangun wilayah yang lain.
Meski kabar ini belum valid seratus persen karena pihak perusahaan belum mengeluarkan statement, masyarakat Aceh Timur sudah bertanya-tanya mengenai keadaan oligarki yang terjadi di daerahnya. Pemerintah Aceh sendiri juga diminta untuk mengonfirmasi validasi kebenaran perkembangan isu tersebut sehingga tidak terjadi fitnah dan lain-lain.
Hampir Berujung Anarkis
Tgk Mudawali menjelaskan, pada tanggal 19 Mei 2022 sebelum serikat Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan terbentuk, masyarakat setempat sempat sepakat untuk melakukan aksi demonstrasi dengan tindakan-tindakan anarkisme.
Namun karena tindakan anarkis dirasa akan bertentangan dengan hukum, maka terbentuklah Aliansi Masyarakat Menggungat Keadilan dengan arah tempuh advokasi melalui jalur pemerintahan dan hukum.
“Kami berserikat untuk menuntut hak yang sama. Saya hanya ditunjuk secara umum untuk menjadi seorang koordinator di sini,” ungkapnya.
Respons Terkini Advokasi Warga Kabupaten Aceh Timur
Respons terkini ihwal advokasi warga ialah, pada hari Senin yakni tanggal 13 Juni 2022, DPR Kabupaten Aceh Timur menjadwalkan audiensi.
Pemerintah Aceh Dituntut Buktikan Keistimewaan Aceh
Mudawali selaku bagian dari warga Aceh menuntut Pemerintah Aceh untuk membuktikan keistimewaan Aceh kepada pusat.
“Aceh adalah daerah istimewa, jadi mohon dibuktikan kalau memang Aceh diistimewakan oleh pusat,” pungkasnya. (Akhyar)