Beranda / Berita / Aceh / Warga Mau Bayar Pajak Malah Jadi Korban Pungli, Haruskah Sistem Samsat Dirubah?

Warga Mau Bayar Pajak Malah Jadi Korban Pungli, Haruskah Sistem Samsat Dirubah?

Senin, 19 September 2022 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Rona Julianda dengan tegas menolak segala tindakan Pungli di Aceh. [Foto: ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rona Julianda merupakan masyarakat Aceh Barat yang menjadi menjadi korban Pungutan Liar (Pungli) oleh oknum di Samsat Aceh Barat. 

Diceritakan, awalnya Rona bersama dengan saudaranya pergi ke kantor Samsat setempat dengan niatan hendak membayar pajak kendaraan bermotor.

Masalahnya, ketika sampai di sana, setelah menyerahkan berkas-berkas ke pihak Samsat, Rona malah dihadapkan dengan tindakan Pungli oleh oknum setempat.

Atas sepenggal cerita itu, Reporter Dialeksis.com berhasil menghubungi Rona untuk meminta keterangan cerita lengkapnya. Adapun cerita lengkap yang dialami Rona selaku korban Pungli ialah sebagai berikut:

Sesampai di Samsat Aceh Barat, Rona diantar satpam setempat ke kasir bagian pembayaran pajak. Di depan kasir, Rona menanyakan berapa jumlah tagihan yang harus dibayar.

Polisi mengecek tagihan pajak dan menjawab bahwa biaya pembayaran pajak berjumlah Rp750 ribu.

Di saat Rona hendak membayar, polisi di kasir bilang ke satpam, mengatakan bahwa BPKB Rona sudah diblock pajak.

Kemudian, satpam menyampaikan ke Rona bahwa untuk membuka block perlu tambahan biaya.

Kata satpam ke Rona, untuk membuka block, Rona harus membayar Rp150 ribu. Namun Rona bertanya balik, apakah ada aturannya?

Dari cerita Rona, kelihatan polisi maupun satpam seperti linglungan nggak tahu harus jawab apa. Setelah itu Rona malah diarahkan ke ADIRA untuk membuka block BPKB di ADIRA.

“Saya dengan bodohnya pergi ke Adira. Sama petugas di sana, saya bilang, pak, saya mau buka block. Kata polisinya disuruh buka blok di sini,” ujar Rona kepada reporter Dialeksis.com, Aceh Barat, Senin (19/9/2022).

“Langsung dijawab sama petugas ADIRA-nya, nggak kak, kami nggak ada bisa buka block. Kalau kami bisa buka block, ngapain kami minta uang. Oh, jadi nggak ada pembukaan block antara ADIRA ke Samsat pusat gitu ya? nggak ada dibilangnya,” tambah Rona.

Setelah menerima keterangan dari ADIRA, Rona langsung bergegas balik ke Samsat Aceh Barat. Di sana dia langsung mempertanyakan permintaan uang Rp150 ribu tadi.

“Bang ini kok nggak ada pembukaan block, jadi untuk apa uang Rp150 ribu itu, kemana ngalirnya? Terus dibilang sama polisi itu, yang bilang siapa? satpam kan! coba tanya sama dia kemana,” jelas Rona.

Di saat cek-cok adu mulut, Rona kemudian ditarik ke ruang dalam. Di sana, Rona tetap mempertanyakan kemana mengalirnya uang Rp150 ribu tadi.

“Saya bilang, kalau misal Rp750 ribu, itu okelah karena itu uang pajak mungkin. Masalahnya yang Rp150 ribu itu kemana? Kalau untuk uang kopi, ya, bilang!” tegas Rona.

Bukannya Rona membesar-besarkan masalah dengan nominal kecil, hanya saja Rona nggak suka adanya Pungli. Rona meminta masyarakat untuk membayangkan jika seandainya ada 10 orang yang menjadi korban, dikalikan dengan uang Rp150 ribu, maka totalnya sudah jadi lumayan besar.

Menurut cerita Rona, di ruang dalam itu Rona didatangi oknum yang mengaku-ngaku Biro ADIRA. Dia bilang ke Rona, memang ADIRA yang buka block BPKB, dan bayarnya ke ADIRA.

“Saya sudah pergi ke ADIRA. Ini rekaman saya ngomong sama ADIRA. Pihak Administrasi ADIRA bilang, mereka tidak ada permintaan dana ataupun pembukaan block. Yang tutup block itu kepolisian, saya bilang,” ucap Rona.

“Iya kami memang harus tutup block biar nggak jebol BPKB,” jawab pihak Samsat ke Rona.

Rona menegaskan, dirinya setuju dengan aturan yang dibuat Samsat, tapi Rona nggak suka oknum-oknum Samsat membual cerita seolah-olah tindakan Pungli yang mereka lakukan dibenarkan dalam aturan negara.

Kemudian, pihak Samsat bilang ke Rona, bahwa pihaknya akan meminta tanggungjawab saja sama pihak dealer honda tempat Rona beli honda.

Lantas, pihak Samsat meneleponlah dealernya. Di saat itu, Rona nggak dengar apa yang dibicarakan di telepon karena posisi saat itu orang-orangnya sudah pada mencar semua.

Lima menit kemudian, pihak Samsat bilang urusannya sudah beres. Kata mereka, Rona nggak perlu lagi bayar uang Rp150 ribu, karena akan ditanggung sama dealernya.

Setelah itu, Rona dengan polos dan pura-pura tidak ingat dengan uang Rp750 ribu yang awalnya dibilang sebagai tagihan pajak.

“Saya tanya lagi ke polisi yang sama. Bang tolong cek pajak, saya mau bayar pajak lagi. Waktu dihitung, udah Rp644 ribu. Cuman dalam hitungan jam bisa berubah. Oh, 644 ribu saja. Iya, dibilang. Setelah saya kasih, saya langsung pulang,” ujar Rona.

Sesampai di rumah, Rona ternyata tak diam saja. Ia menceritakan pengalaman yang dialaminya ke berbagai media massa.

Pada malam harinya, pihak kepolisian Samsat datang menjumpai Rona. Pihak Samsat meminta maaf ke Rona.

“Saya bilang, saya di sini cuman butuh publik tahu saja, kebenaran buka block itu benar adanya atau tidak. Dibilang sama polisi itu, memang nggak ada aturan Rp150 ribu tuh,” kata Rona.

“Jadi, kok ada? Kenapa satpamnya berani bilang, dan polisinya nggak berani membantah. Posisinya di dekat dia lagi. Dijawab, alasannya karena nggak enak sama si satpam, kan nggak logis sekali,” tutur Rona.

Di akhir cerita, Rona dengan tegas menyatakan dirinya tak suka adanya Pungli. Rona hanya mau keadilan, dan meminta sistem Samsat untuk dirubah.

Pungutan Liar atau disingkat Pungli merupakan tindakan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 31/1999 juncto Undang-undang No. 22/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pungli termasuk ke dalam tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas.(Akh)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda