Wacana Penundaan Pemilu 2024 Membuat Gaduh Suasana Politik di Indonesia
Font: Ukuran: - +
Reporter : Aulia
Foto: facebook Wais Alqarni
DIALEKSIS.COM | Aceh - Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala (USK), Wais Alqarni menyebut, wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) membuat gaduh suasana politik Indonesia.
Ia menyampaikan, meskipun keinginan tersebut diutarakan oleh beberapa elite dan partai politik namun hal ini menjadi perhatian banyak kalangan.
Menurutnya, penundaan Pemilu 2024 sangat tidak logis baik dengan kondisi sosial, politik, hukum, maupun ekonomi Indonesia hari ini.
Hal tersebut juga mengingat alasan penundaan Pemilu mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, Pasal 432 Ayat (1) dan (2) bahwa tertera didalamnya hal sebagian atau seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan, keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya.
Dengan demikian, puncanya dapat mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggara Pemilu tidak dapat dilaksanakan. Maka dilakukanlah Pemilu susulan sedangkan pelaksanaan Pemilu susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu.
"Dari aspek-aspek tersebut menjadi tidak relevan terkait wacana penundaan Pemilu, setidaknya sampai detik ini," ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Sabtu (2/4/2022).
"Belum lagi jika dipandang dari sisi adab berpolitik, ini akan menjadi kurang etis jika mengingat pengetahuan akan konstitusi maupun konstitusionalisme oleh elit-elit yang mewacanakan penundaan tersebut di atas rata-rata masyarakat Indonesia," jelasnya kembali.
Padahal katanya jelas, dalam paham konstitusionalisme menghendaki adanya pembatasan kekuasaan. Pembatasan tersebut demi mengurangi resiko besar berupa syahwat kekuasaan.
Ia juga menambahkan, ini dikarenakanpembatasan kekuaasan dianggap salah satu cara untuk mengontrol kekuasaan sebuah rezim. Batasan waktu ini bisa dimanfaatkan oleh elite maupun warga negara.
Lanjutnya, elite maupun Partai Politik (Parpol) memberikan bukti atau janji kampanye selama periode tertentu sedangkan warga negara memberikan reward (berupa dipilih kembali) maupun punishment (berupa tidak dipilih lagi).
Tidak banya itu, logika dalam masyarakat demokratis yakni batasan sebuah kekuasan menjadi suatu keniscayaan.
"Maka ada baiknya para elite atau partai yang ikut mewacanakan penundaan Pemilu baiknya simpan saja energi tersebut untuk fokus pada kesejahteraan masyarakat, lebih-lebih dimasa transisi Pandemi ke Endemi," pungkasnya.