Beranda / Berita / Aceh / UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dinilai Strategis untuk Kurangi Ketimpangan

UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dinilai Strategis untuk Kurangi Ketimpangan

Minggu, 21 Agustus 2022 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora
Kegiatan Bimtek bertemakan "Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Penyesuaian Anggaran Tahun 2022" di Hotel The Pade, Minggu (21/8/2022).[Foto: for Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten seluruh Indonesia mengadakan kegiatan Bimtek bertemakan "Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Penyesuaian Anggaran Tahun 2022" di Hotel The Pade, Minggu (21/8/2022).

Salah satu narasumber, Prof Dr Mukhlis Yunus sebagai Dosen FEB Universitas Syiah Kuala (USK) mengajak anggota DPRK dan juga Pemerintah kabupaten untuk memberikan perhatian serius dan responsif atas terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.

Menurutnya, UU itu cukup strategis dan responsif terhadap upaya mengurangi ketimpangan antara pusat dan daerah serta kabupaten/kota.

Mukhlis menjelaskan, terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, merupakan tuntutan suatu situasi dan kondisi yang memerlukan pemahaman baru terhadap paradigma hukum di bidang pengelolaan keuangan, di tengah wacana paradigmatik good governance yang menjadi sasaran bersama.

"Tatanan pemerintahan yang berbasis good governance, harus memperhatikan secara sungguh-sungguh integritas hukum, transparansi hukum, partisipasi, akuntabilitas, dan bervisi keuangan secara yuridis dan integratif. Ini adalah sebuah rangkaian dan rajutan yang menjembatani keperluaan pusat dan daerah dalam mensejahterakan rakyat di pelosok negeri," jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Minggu (21/8/2022).

Menurutnya, pengelolaan keuangan daerah khususnya di bidang pemungutan pajak dan retribusi membutuhkan pengaturan hukum yang konkret dan idealnya harus dituangkan dalam perangkat peraturan perundang-undangan (legal aspect), berupa qanun yang memiliki nilai yuridis-normatif maupun value dalam yuridis-sosiologisnya.

"Forum dan kegiatan sosialisasi ini merupakan bentuk wujud akuntabilitas publik dan keterbukaan dalam perumusan kebijakan. Sekaligus merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik atau prinsip-prinsip Sound Governance," kata Mukhlis.

Sebagai Ekonom, Mukhlis melihat ada implikasi dengan terbitnya UU Nomor 1 Tahun 2022 itu, di antaranya Pemkab dan Pemko di Aceh harus mempersiapkan anggaran sosialisasi, pendidikan dan pelatihan terhadap para pejabat keuangan serta sumber daya manusia lainnya.

Hal itu sesuai dengan arahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

"Di dalamnya disebutkan, pengiriman sumber daya manusia pengelola keuangan daerah untuk mengikuti pengembangan kapasitas aparatur," ujar Mukhlis yang juga merupakan Anggota tim kerja Pj Gubernur Aceh.

Tujuannya, kata dia, untuk memperbaiki kualitas pengelolaan keuangan daerah dan meningkatkan kompetensi secara berkelanjutan (amanat Pasal 150), termasuk di dalamnya para pengelola perpajakan dan retribusi daerah.

Lebih lanjut, ia mengatakan, tiga tahun ke depan harus dipersiapkan aparatur pengelola keuangan daerah untuk mendapatkan sertifikasi yang diberikan oleh lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah.

"Sumber daya manusia yang mampu menjalankan sistem informasi pembangunan daerah, pengelolaan keuangan daerah, dan informasi lainnya melalui platform digital yang terkoneksi dengan sistem nasional. Artinya pelayanan perpajakan dan retribusi daerah," katanya.

Ia berharap, seluruh DPRK di Aceh dapat merekomendasikan agar Pemkab dapat menyajikan naskah akademik maupun Rancangan Qanun yang memenuhi ketentuan ketepatan waktu bagi eksekutif atau pemerintah kabupaten.

Penyelesaiannya harus sesegera mungkin agar dapat dimasukkan dalam Propemqanun 2022, dengan tetap memperhatikan prinsip akuntabilitas, dilaksanakan secara transparan, juga tetap menerapkan prinsip cost efficient dan cost effectiveness.

"Tentu harapan kita semua agar rancangan qanun yang dilahirkan menjadi qanun yang berkualitas memenuhi kemanfaatan dan rasa keadilan yang dilandasi nilai-nilai filosofis, sosiologis dan yuridis," pungkasnya. (nor/bna)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda