DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ulama muda Aceh, Ustaz Masrul Aidi, kembali menyita perhatian publik lewat tulisan satir dan reflektif di akun Instagram pribadinya, @masrul_id, yang menyoroti berbagai kontradiksi sosial, moral, dan birokrasi di Tanah Rencong.
Dalam tulisannya, Ustaz Masrul menyinggung soal perjalanan panjang Aceh yang dulunya berdiri sebagai kerajaan berdaulat dengan sistem hukum dan ekonomi yang kuat, kini justru merasa menjadi anak tiri di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Dulu sangat berdaulat sebelum bergabung NKRI, sekarang seperti anak tiri tak pernah ‘dilihat’,” tulisnya yang dilansir media dialeksis.com, Senin, 20 Oktober 2025.
Ia menilai bahwa meski Aceh mendapatkan porsi dana otonomi khusus yang sangat besar, namun kondisi sosial ekonomi masyarakatnya masih jauh dari sejahtera.
“Anggaran keuangan memang sangat besar, tapi kemiskinan juga juara se-Sumatera,” tulisnya dengan nada getir.
Ustaz Masrul juga menyoroti penerapan syariat Islam yang seharusnya menjadi identitas luhur Aceh, namun kini menurutnya hanya dijadikan alat kampanye politik.
“Aturan hukum sangat istimewa, tapi syariat hanya untuk bahan kampanye saja,” ujarnya.
Menurutnya, nilai-nilai Islam yang seharusnya menjadi pedoman hidup, kini hanya menjadi simbol formal tanpa pengamalan substansial.
"Kemaksiatan di ruang publik merajalela, tapi yang dicari justru yang tidak kasat mata,” tulisnya.
Salah satu bagian yang paling banyak dikutip warganet adalah kritiknya terhadap budaya tamu wajib lapor 1x24 jam yang terpasang di hampir setiap pintu masuk gampong.
“Setiap kampung yang kita datangi, ada gerbang besar bertuliskan Selamat Datang, tapi di bawahnya ada ancaman, Tamu 1x24 jam wajib lapor. Padahal wajib lapor berlaku untuk tersangka berstatus tahanan luar,” tulisnya dengan nada satir.
Ia menambahkan, “Anda bertamu di Aceh? Jangan sampai 24 jam kalau tidak mau dilaporkan.”
Bagi Ustaz Masrul, hal ini menggambarkan ironi budaya dan hukum di satu sisi Aceh membanggakan adat peumulia jame, namun di sisi lain, tamu justru dianggap ancaman.
“Entah kenapa tokoh adat di negeri ini merasa baik-baik saja,” sindirnya lagi.
Lebih lanjut, Ustaz Masrul mengulas fenomena sosial yang kini menjadi wajah keseharian masyarakat Aceh. Ia menulis bahwa setiap kali singgah ke warung kopi ” ruang publik paling populer di Aceh -- dirinya kerap disambut pemandangan yang memprihatinkan.
“Setiap kali saya berkunjung ke warung kopi, selalu disambut dengan tong sampah di atas meja,” tulisnya. Namun bukan sampah biasa yang ia maksud. “B3, bukan sembarang sampah, tapi sampah beracun limbah,” ujarnya.
Ustaz Masrul dengan tegas menuding bahwa masalah moral dan etika publik ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, tetapi juga oleh para pembesar di berbagai bidang.
“Tapi bagi pembesar di semua bidang, hal ini tidak dianggap masalah. Bahkan sebagian besar mereka adalah pelakunya, apakah pembesar adat, pembesar pendidikan, atau pembesar syariat,” tulisnya.
Dalam momen bulan Maulid Nabi, Ustaz Masrul juga menyoroti fenomena penceramah yang justru melakukan hal yang bertentangan dengan nilai dakwah.
“Di bulan maulid seperti ini, ketika teladan Nabi sedang disosialisasikan, tanpa segan apalagi merasa bersalah, penceramah meniup asap berkah ke berbagai arah,” tulisnya, menyindir kebiasaan merokok di tengah ceramah.
Ia menutup tulisannya dengan kalimat yang menohok, "Selamat datang di Nanggroe Aneh Darussalam. Tamu 1x24 jam wajib lapor," pungkasnya.