TM Zulfikar: Generasi Muda Aceh Harus Kelola SDA dengan Income Lebih Tinggi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizky
Kegiatan Relawan Ganjar Sumatera (RAGUSA) wilayah Aceh yang bertemakan "Masa Depan Pembangunan Aceh bersama Ganjar Pranowo dalam Perspektif Generasi Muda” di Rooftop Cafe Abraj Hotel Grand Arabia, Selasa Malam (15/8/2023). [Foto: Auliana Rizky/Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aktivis Lingkungan Aceh/Dosen FT USM sekaligus Ketua Presidium Seknas Jokowi Aceh 2014-2017, T.M. Zulfikar mengatakan, generasi muda Aceh harus kelola income yang lebih tinggi untuk kemajuan bersama.
Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Relawan Ganjar Sumatera (RAGUSA) wilayah Aceh yang bertemakan "Masa Depan Pembangunan Aceh bersama Ganjar Pranowo dalam Perspektif Generasi Muda” di Rooftop Cafe Abraj Hotel Grand Arabia, Selasa Malam (15/8/2023).
Sumber Daya Alam (SDA) Aceh kaya, apalagi industri yang ada hingga saat ini. Kekayaan itu bisa dimanfaatkan oleh generasi muda melalui berbagai macam rantai ekosistem. Hal ini dilakukan agar SDA Aceh tidak akan habis dan masyarakat Aceh khususnya generasi muda terlibat langsung untuk mengelola SDA tersebut.
Namun, kata T.M. Zulfikar dari sampai dengan masa kita sekarang sudah 18 tahun perdamaian Aceh SDA belum dapat dikelola dengan baik. Ini bisa dibuktikan bahwa Provinsi Aceh masih bertahan pada predikat termiskin se-Sumatera. Upaya yang dapat dilakukan ke depannya, baik stakeholder dan masyarakat Aceh adalah bagaimana kantong-kantong kemiskinan ini bisa diatasi.
Provinsi Aceh memiliki 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten dan 5 kota, dengan luas wilayah sebesar 57.956,00 km2. Oleh karena itu, peran-peran milenial ini dapat memberikan porsi yang baiknya masing-masing. Peran generasi muda sangat penting dalam mengelola pembangunan Aceh.
"Peran generasi muda penting mengelola ini sehingga lebih makmur dan SDA tidak berkurang, malah beranjak pada income yang lebih tinggi, bersama-sama Aceh secara khusus dibangun lebih baik lagi," ucapnya dalam kegiatan tersebut yang turut dihadiri juga oleh Tim Dialeksis.com untuk menyaksikan kegiatan RAGUSA.
Namun di sisi lain, ia menyebut saat ini Aceh dilanda berbagai permasalahan, baru-baru ini keluar Surat Edaran Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki yang melarang warung kopi hingga cafe buka di atas jam 00.00 WIB. Larangan itu dibuat untuk menghindari terjadinya pelanggaran syariat Islam. Larangan tersebut tertuang dalam SE bernomor 451/11286 yang ditujukan ke bupati/wali kota, kepala desa, ASN dan masyarakat. SE itu memuat tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syari'at Islam Bagi Aparatur Sipil Negara dan Masyarakat di Aceh. Ada sejumlah poin dalam SE itu, namun khusus warung kopi diatur dalam poin huruf d tentang pelaku usaha.
Menanggapi SE itu juga, Zulfikar menambahkan, SE tersebut perlu ditilik kembali, jangan sampai ada pihak yang merugikan, seperti pelaku usaha, sopir, dan juga musafir. Setelah masyarakat Aceh anjlok ekonomi saat dilanda Covid-19, sekarang ditambah lagi pembatasan tutup warkop mereka.
"Seperti di Bireun, itu jadi langganan berhentinya sopir L300 misalnya, jika warkop itu ditutup, mereka berhenti di mana, makan minum kopi supaya tidak ngantuk sepanjang perjalanan," ujarnya lagi.
Ia tidak setuju dengan SE tersebut karena menurutnya perlu didalami kembali pihak-pihak lainnya, yang perlu ditanamkan adalah paradigma masyarakat Aceh agar tidak melalukan hal yang tidak diinginkan. Artinya, mereka tetap tumbuh di era milenial, namun tetap mempertahankan nilai-nilai syariat Islam.
"Apa ada survei yang mendasari SE tersebut, jika memang ada perlu dikaji kembali, ini menyangkut rantai ekosistem kesejahteraan masyarakat Aceh yang juga akan berpengaruh pada pembangunan Aceh," pungkasnya [AU]