kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Tingginya Angka Kekerasan Seksual di Aceh, RUU-PKS Harus Segera Disah-kan

Tingginya Angka Kekerasan Seksual di Aceh, RUU-PKS Harus Segera Disah-kan

Jum`at, 16 Agustus 2019 14:02 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, Amrina Habibi mengatakan kekerasan kepada perempuan dan anak terus meningkat setiap tahunnya dan semakin beragam bentuknya, sementara aturan yang ada belum maksmal menjawab persoalan dan pemenuhan hak korban.

Pernyataan tersebut disampaikannya pada diskusi publik yang diselenggarakan oleh Flower Aceh-Permampu bersama Forum Pengada Layanan-LBH Apik-RPuK, KPI, PKBI dan PEKKA Aceh tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) sebagai upaya pemenuhan hak perempuan dan anak di Aceh, Kamis, (15/8/2019), di Hotel Kyriad, Banda Aceh. 

"Kasus kekerasan terhadap perempuan anak mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada 2015 tercatat sebanyak 939 kasus, tahun 2016 ada 1.648 kasus, tahun 2017 meningkat sebanyak 1.791 kasus, dan di tahun 2018 ada 1.376 kasus," sebut Amrina.

Menurutnya, angka tersebut masih belum mengambarkan situasi di lapangan karena masih mengakarnya budaya partriakhi yang membuat korban takut untuk berbicara dan melaporkan. Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekitarnya juga belum memberikan ruang bagi perempuan untuk berbicara, menentukan keputusannya sendiri menghadapi kasus kekerasan yang menimpanya. 

"Kendala lainnya yang dihadapi terkait dengan kebijakan hukum, pembuktian yang sulit, dan mekanisme hukum yang masih tumpang tindih dan belum menjawab kebutuhan korban," jelasnya.

Amrina menyebutkan adanya peluang perlindungan bagi korban kekerasan seksual melalui RUU-PKS ini.

"RUU PKS bisa mengisi kekosongan hukum terkait dengan isu kekerasan seksual, terutama tentang pembuktian kasus kekerasan seksual yang memudahkan korban memberikan bukti hanya dengan keterangan korban dan bukti berupa visum, sementara di aturan lainnya pembuktian harus menghadirkan saksi mata sehingga banyak berkas korban dikembalikan karena tidak cukup bukti," tegasnya. 

Hal serupa disampaikan oleh Ketua Pusat Riset Hukum dan Kebijakan Fakultas Hukum Unsyiah, Nursiti, SH. M.Hum.

"RUU-PKS memberikan peluang besar dalam usaha pelindungan perempuan dan anak karena memuat pengaturan terkait dengan perlindungan, pencegahan, mengisi kekosongan hukum, menjawab masalah kesulitan pembuktian pada kasus kekerasan seksual dan sanksi yang lebih menjerat kepada pelaku," ujarnya.

Lebih lanjut Nursiti menyebutkan dalam aturan yang ada, definisi pemerkosaan masih sangat sempit, aturan dalam RUU-PKS ini lebih konprehensif.

"RUU PKS mengakui bentuk-bentuk kekerasan yang selama ini tidak terakui oleh hukum berupa pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual, serta penegasan terhadap hak-hak korban dan integrasi layanan yang dapat membantu korban megatasi hambatan dalam sistem peradilan pidana, dan memulihkan korban selama proses peradilan pidana berjalan," kata Nursiti

"Disamping itu juga memuat pengaturan tentang pencegahan, perlindungan, dan para pihak yang harus berperan dan bertanggung jawab untuk mengwujukan perlindungan korban," tambah dia.

Sementara itu, Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh, Ayu Wilda Nimgsih mengatakan perlu ada penjelasan lebih lanjut terkait dengan pasal yang mengatur aborsi agar pasal tersebut tidak disalahgunakan.

"Pasal tentang aborsi haruslah ada penjelasan lebih lanjutnya yang lebih mendetil, sehingga pasal ini tidak disalahgunakan dan dinilai melegalkan aborsi," tegasnya.

Mewakili penyelenggara kegiatan, Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati menyebutkan tujuan pelaksanaan diskusi publik untuk menghimpun usulan penting terhadap RUU PKS.

"Diskusi publik yang menghadirkan 55 orang perwakilan dari Instansi pemerintah terkait, perguruan tinggi/akademisi, tokoh perempuan dan tokoh masyarakat strategis di tingkat desa dan LSM ini bertujuan untuk menghimpun masukan dan rekomendasi penting, serta dukungan dari Aceh untuk pengesahan RUU PKS kepada pengambil kebijakan terkait di tingkat nasional. Kegiatan diskusi publik serupa akan dilakukan pula di Kabupaten Aceh Utara dan Pidie, dilanjutkan dengan pelaksanaan expert meeting di tingkat provinsi dalam waktu dekat. Harapannya RUU PKS bisa segera disahkan dan diimplementasikan dengan baik," tegasnya. 




Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda