Senin, 07 Juli 2025
Beranda / Berita / Aceh / Milad ke-18 Partai Aceh, Anggota Tim Perunding GAM: Partai Lokal, Keistimewaan yang Harus Dijaga

Milad ke-18 Partai Aceh, Anggota Tim Perunding GAM: Partai Lokal, Keistimewaan yang Harus Dijaga

Senin, 07 Juli 2025 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Munawar Liza Zainal, mantan anggota tim perunding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki dan mantan Wali Kota Sabang periode 2007-2012. Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tepat pada 7 Juli 2025, Partai Aceh (PA) memperingati hari lahirnya yang ke-18. Partai lokal yang lahir dari rahim sejarah panjang konflik dan perdamaian di Aceh ini menjadi simbol dari perjuangan politik masyarakat Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Seiring peringatan Milad ke-18 ini, berbagai tokoh Aceh turut menyampaikan harapan dan catatan penting terhadap perjalanan Partai Aceh, termasuk Munawar Liza Zainal, mantan anggota tim perunding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam perundingan Helsinki dan mantan Wali Kota Sabang periode 2007“2012.

Munawar Liza menegaskan bahwa Partai Aceh adalah salah satu pilar utama keistimewaan Aceh yang harus terus dirawat dan diperkuat.

"Dengan segala dinamika yang ada, partai lokal adalah keistimewaan Aceh yang harus dijaga. Semoga ke depan Partai Aceh bisa lebih kuat, modern, beridentitas, dan sukses dalam pemilu serta pemilihan kepala daerah," ujar Munawar kepada Dialeksis.com, Senin (7/7/2025).

Partai Aceh didirikan pada 7 Juli 2007, tepat dua tahun setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki pada 15 Agustus 2005.

MoU Helsinki menjadi tonggak sejarah berakhirnya konflik bersenjata puluhan tahun antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia.

Salah satu poin fundamental dalam kesepakatan damai itu adalah pengakuan terhadap keberadaan partai politik lokal di Aceh.

Pada butir 1.2.1 MoU Helsinki ditegaskan: "Sesegera mungkin tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional."

Sebagai tindak lanjut, lahirlah Partai Aceh sebagai wadah politik utama bagi para mantan kombatan GAM dan rakyat Aceh untuk menyalurkan aspirasi mereka melalui jalur demokrasi.

“Partai Aceh lahir bukan hanya sebagai partai politik, tetapi sebagai bagian dari komitmen menjaga perdamaian yang hakiki dan bermartabat di Aceh. Ini adalah rumah bersama bagi masyarakat Aceh untuk membangun masa depan yang demokratis dan adil,” lanjut Munawar Liza yang juga pernah menjadi politisi Partai Nanggroe Aceh (PNA).

Sejak Pemilu 2009, Partai Aceh menjadi kekuatan politik dominan di Aceh. Partai ini berhasil meraih kemenangan signifikan di parlemen lokal, baik di DPR Aceh maupun DPRK. Partai Aceh dikenal dengan visinya: Membangun citra positif berkehidupan politik dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia serta melaksanakan mekanisme partai sesuai aturan NKRI dengan menjunjung tinggi MoU Helsinki.

Sedangkan misinya adalah mentransformasi masyarakat Aceh dari citra Revolutionary Party menjadi Development Party, yang fokus pada transparansi dan kemakmuran rakyat Aceh.

Meski demikian, Munawar Liza juga mengingatkan bahwa perjalanan Partai Aceh tidaklah mudah. Berbagai dinamika internal dan tantangan eksternal harus dihadapi.

“Dalam usianya yang ke-18 ini, Partai Aceh harus mampu berbenah, lebih terbuka, modern, dan mampu menjawab kebutuhan rakyat Aceh di era sekarang. Kita tidak bisa terus terjebak dalam romantisme sejarah, tapi harus menatap masa depan,” tegasnya.

Munawar Liza menekankan pentingnya Partai Aceh untuk melakukan konsolidasi internal dan modernisasi partai agar tetap relevan dalam kancah politik Aceh dan nasional.

"Identitas politik lokal adalah anugerah dan hasil perjuangan. Tapi tanpa pembaruan, partai lokal bisa kehilangan kepercayaan rakyat. Partai Aceh harus jadi teladan bagaimana politik lokal bisa berintegritas, inklusif, dan fokus membangun,” katanya.

Ia juga berharap agar Partai Aceh tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga dan mengawal implementasi MoU Helsinki, termasuk butir-butir penting tentang keistimewaan Aceh, keberadaan partai lokal, dan otonomi khusus.

"Jangan biarkan MoU Helsinki hanya jadi dokumen sejarah. Ini amanah rakyat Aceh yang harus terus diperjuangkan melalui jalur politik yang santun dan bermartabat,” ujarnya.

"Kruu Seumangat sempena milad Partai Aceh. Sukses selalu," pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI