Beranda / Berita / Aceh / Terkait Ada Non-Muslim yang Lebih Memilih Dicambuk, Ini Tanggapan Lem Faisal

Terkait Ada Non-Muslim yang Lebih Memilih Dicambuk, Ini Tanggapan Lem Faisal

Rabu, 25 November 2020 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
Wakil Ketua MPU Aceh, Faisal Ali. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seorang non-muslim ditangkap karena menjual minuman keras (khamar) di Aceh. Tersangka ini dalam proses peradilan awalnya ia memilih hukum positif (hukum nasional, red) dan divonis penjara.

Namun, meninjau tersangka yang susah komunikasi dengan keluarga dan sulit mencari nafkah, akhirnya ia diberi pilihan antara hukum nasional dan hukum syariah. Kemudian dengan penuh kesadaran diri tersangka itu memilih tunduk pada hukum syariah tanpa ada paksaan. Ia dicambuk beberapa kali kemudian di bebaskan.

Hal itu disampaikan Baron Ferison Pandiangan, tokoh Katolik yang sudah 10 tahun bertugas di Aceh, dalam acara Kampanye Kerukunan Umat Beragama di Aula Kanwil Kemenag Aceh, Rabu (25/11/2020). 

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Faisal Ali mengatakan, perbandingan hukum Islam itu lebih adil dan fleksibel diperuntukkan kepada seluruh umat baik muslim maupun non-muslim dibandingkan dengan hukum-hukum lain di luar sana.

"Dalam qanun Aceh, undang-undang memberi pilihan kepada yang non-muslim untuk memilih peradilannya sendiri, boleh hukum nasional maupun hukum syariah. Jika memilih hukum syariah maka lebih bagus," terang ulama yang akrab disapa Lem Faisal itu saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (25/11/2020).

Selanjutnya, Lem Faisal berujar, jika di luar sana hukum cambuk dipandang negatif oleh orang-orang, ternyata ada umat non-muslim yang lebih nyaman dengan penggunaan hukum cambuk tersebut.

"Kejadian ini sebagai cerminan Islam yang benar-benar aman, damai dalam memberikan sanksi kepada siapa pun," ungkapnya.

Selain itu, Lem Faisal mengatakan pemberian pilihan sanksi kepada tersangka yang non-muslim itu bukan atas nama hukum syariat tapi hukum yang sifatnya ta'zir (hukum yang diciptakan pemerintah).

"Kalau sifatnya ta'zir itu terserah kepada pemerintah. Pemerintah sudah memberikan dua pilihan boleh dengan cambuk dan boleh dengan kurungan," jelas Lem Faisal.

Mengenai pelaksanaan syariat Islam di Aceh, ia mengiyakan penilaiain masyarakat terhadap pelaksanaan Syariat Islam di Aceh yang dinilai agak melambat.

Walaupun dari masyarakat dinilai agak melambat, Lem tetap optimis dengan kemajuan pelaksaan syariat Islam di Aceh yang menurutnya akan menjadi lebih baik lagi kedepannya.

"Masyarakat menginginkan pelaksanaan menyeluruh secara cepat dilakukan tapi semua itu sangat terkait pada kesiapan diri kita," jelas Lem Faisal.

Wakil Ketua MPU Aceh itu memberi contoh kemajuan pelaksanaan syariat Islam di Aceh seperti pergantian bank konvensional ke bank syariah dan wacana makanan halal di Aceh.

"Januari tahun 2022, kita tidak akan ada lagi bank konvensional di Aceh dan tahun 2025 tidak akan ada lagi peredaran makanan yang tidak halal di Aceh," kata Lem Faisal.

Ia berharap, dari tahapan-tahapan yang sudah dilaksanakan terhadap pelaksanaan syariat Islam di Aceh dapat dioptimalkan dengan lebih baik.

"Kita berharap dari tahapan-tahapan pelaksanaan syariat Islam, Aceh dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda