DIALEKSIS.COM| Takengon- Aktivis lingkungan hidup di Aceh Tengah, Abrar Syarif, menyebutkan, pihaknya menyuarakan tentang lingkungan hidup, khususnya tentang tambang illegal yang kini menjadi pembahasan, bukan karena ingin mendapatkan bagian/upeti.
“Kami bersuara karena untuk masyarakat. Kalau ada yang menyebutkan kami bersuara karena tidak mendapat bagian, itu pernyataan salah besar,” sebut Abrar Syarif dalam keterangannya kepada Dialeksis.com, Minggu (24/03/2025) via selular.
“Sekali lagi saya garis bawahi, kami menyampaikan ini bukan karena kami tidak mendapatkan uang. Rumor yang berkembang ada yang menyebutkan kami berteriak karena tidak dapatkan uang,” jelasnya.
Abrar menyebutkan, dari sumber yang bisa dipertanggung jawabkan bahwa benar adanya bahwa beberapa oknum aktivis, oknum wartawan, oknum dari intansi lainnya dalam tanda kutip yang mendapatkan bagian. Tapi jangan disamaratakan bahwa semua aktivis/pegiat lingkungan dan wartawan juga begitu.
“Ada yang nerima bagian dari tambang illegal, saya enggak usah sebutkan siapa saja orangnya. Saya nggak peduli soal itu dan tidak mau mencampuri urusan itu, terserah mereka yang jelas ini menjadi catatan untuk saya. Ini harus saya sampaikan, karena saya juga tidak mau dituding macam - macam,” jelasnya.
Menurut Abrar dia sudah bergerak di advokasi lingkungan sejak tahun 2008, kalau dia memang mau menerima “upeti” seperti itu dia sudah kaya sejak lama.
“Ini semuanya semata-mata tanggungjawab moral sebagai putra daerah dan nama baik. Sudah lama kami membangun karakter ini, lantas gara gara uang yang enggak seberapa jumlahnya semuanya jadi sia-sia, hilangnya kepercayaan publik, dicibir dan semua itu tak setimpal," jelasnya.
“Di lain sisi saat ini posisi teman teman yang teriak ini rentan diintimiadasi. Ada beberapa teman juga sudah diintimidasi, hal ini juga saya perlu sampaikan ke ruang publik. Kalau kami kenapa kenapa, terjadi sesuatu terhadap kami atau kami mati, publik sudah tahu duduk persoalanya,” kata Abrar.
“Ini bukan soal kecil dan bukan main main. Kami berharap hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Kami disini bukan musuh siapa siapa, kami berpihak kepada masyarakat, kami bermitra dengan pemerintah dan siap membantu pemerintah dalam hal apapun yang terkait dengan isu lingkungan,” jelasnya.
Menurut Abrar, hingar bingar soal tambang ilegal di Linge yang kini disebut-sebut berpindah ke Tanoh Depet, sangat disayangkan kalau pemerintah tidak memberikan perhatian khusus.
“Kalau memang mengatasnamakan kepentingan masyarakat dan daerah kita mengerti itu, juga enggak masalah. Tapi dalam prosesnya seharusnya pemerintah mendampingi. Memastikan tambang itu punya izin, tidak mengabaikan estetika lingkungan, aspek lingkungannya,” jelasnya.
Contoh seperti di Linge kerusakanya sudah mulai berdampak kepada kualitas air, warna air, dan kita menduga air sungai terkontaminasi dengan zat senyawa kimia.
“Kalaupun itu tidak parah tapi sudah berdampak, lantas siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan ini?” tanyanya.
Hal lainnya, bagaimana nanti kesehatan masyarakat yang menggunakan air sungai? Nasip flora dan fauna (ikan endemik) dimasa depan yang kita ketahui ini salah satu sumber penghidupan masyarakat lokal.
“Belum lagi kita bicara tentang PAD. Selama aktivitas ilegal ini berjalan keuntungan apa yang daerah dapatkan?” tanya Abrar.
Sebaiknya kita jangan egois, pintanya, jangan hanya karena ingin membuka tambang mengabaikan hal-hal penting lainnya tanpa memikirkan dampak negatifnya bagi lingkungan, masyarakat dan negara.
“Silakan kalau memang mau dibuka tambang dalam konsep tambang rakyat, bicarakan baik baik dengan pemerintah. Misalnya mahal dari segi biaya izin, pemerintah fasilitasi ini lah, mencari jalan keluar agar usaha tambang rakyat ini bisa berjalan sebagaimana mestinya,” jelasnya.
Baberapa waktu yang lalu kita dapat info juga dari rekan-rekan dilapangan, pelaku tambang ilegal sudah berpindah buka lahan baru lagi Tanoh Depet kecamatan celala Kabupaten Aceh Tengah.
“Ini juga sama, tentunya harus ada pengawasan dari pihak terkait sebelum aktivitas ilegal ini menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan masyarakat dan negara,” pintanya.
“Semua ini yang perlu diperjelas dan dipertegas oleh pemerintah. Kami ini hanya bagian dari masyarakat yang menyuarakan kepentingan masyarakat yang lain. Kami tidak punya kepentingan lainnya, “ jelasnya.
“Sebagai manusia, sebagai putra daerah, sebagai anak bangsa kami hanya ingin ada keadilan perlakuan terhadap lingkungan, ada keadilan terhadap manusianya dan keuntungan bagi daerah yang kita cintai ini ,” tutup Abrar.