Terduga Kasus Jual Kulit Harimau Hanya Dikenai Wajib Lapor, GeRAK Aceh Kecewa
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani. [Foto: For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani menyatakan kecewa atas pemberlakuan wajib lapor atas terduga Ahmadi dan S dalam kasus dugaan perdagangan kulit satwa liar.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus tersebut melibatkan tiga orang pelaku, namun hanya dua orang berhasil diringkus oleh tim Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera yang dibantu oleh Polda Aceh tanggal 24 Mei 2022 di SPBU Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.
Satu orang lagi yang berhasil melarikan diri berinisial I. I diduga merupakan pelaku utama dari tindak legal jual beli kulit harimau.
Setelah dilakukan gelar perkara, Ahmadi dan S kemudian dipulangkan ke keluarganya, karena butuh saksi tambahan agar kasus itu terang benderang sekaligus untuk meningkatkan status hukum keduanya.
Kini, A dan S diberlakukan wajib lapor kepada penyidik di Pos Gakkum Aceh. Barang bukti selembar kulit harimau dan tulang-tulangnya telah disita aparat.
“Keputusan Gakkum melepas pelaku dan memberlakukan status wajib lapor itu mencederai rasa persamaan hukum,” ungkap Askhalani saat dihubungi Dialeksis.com, Senin (30/5/2022).
Contoh, kata Askhalani, kasus orang mencuri ayam secara bersama-sama, kemudian otak pelaku melarikan diri, barang bukti ayamnya ditemukan sementara yang tidak melakukan tindak pidana hadir disitu turut serta dan itu langsung ditahan.
Sementara kasus itu, lanjutnya, orang yang bersama-sama hadir membawa alat bukti berupa kulit harimau, kemudian satu melarikan diri, maka kedua-duanya ikut serta.
Hal itu juga diatur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP mengatur tentang penyertaan dalam tindak pidana. Pelaku tindak pidana bukan saja orang yang benar-benar melakukan, tetapi juga mereka yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan pidana.
“Jadi dalam hal ini, tim Balai Gakkum KLHK Sumatera dengan Polda Aceh itu secara langsung telah melakukan kesalahan menangani perkara,” kata ia menjelaskan.
Seharusnya, kata dia, dua orang itu harus ditahan karena dia turut serta melakukan perbuatan pidana.
“Kita yakin sekali bahwa saudara Ahmadi bukan baru sekali ini saja melakukan perbuatan itu, artinya dia bisa jadi sebelum dia ditangkap KPK dalam tindak pidana korupsi, dia sudah terlibat dalam proses menjadi 'mafia' atau orang yang menyuruh orang lain untuk memperdagangkan kulit-kulit satwa liar,” ungkapnya lagi.
Menurutnya, penegakan hukum yang dilakukan tim Gakkum tidak sesuai dengan proses mekanisme hukum. “Kami kecewa dengan proses penegakan hukum model seperti ini yang ditampilkan,” katanya.
Karena, kata dia, disaat para aktivis bidang lingkungan hidup gencar menyuarakan agar jangan ada tindakan legal seputar flora dan fauna di Aceh, ternyata mencuat kabar kalau orang setingkat pejabat negara dan punya pengaruh berlebih ikut terlibat dalam aksi legal tersebut.
GeRAK Aceh mendorong Gakkum KLHK untuk melakukan supervisi penanganan perkara tindakan penegakan hukum yang dilakukan KLHK Wilayah Sumatera.
Selain itu, GeRAK juga mendorong Mabes Polri untuk melakukan kajian pendalaman materi terhadap kasus itu. [Nor]