Beranda / Berita / Aceh / Tantangan Pilkada Aceh 2024, Dari Regulasi Hingga Pjs

Tantangan Pilkada Aceh 2024, Dari Regulasi Hingga Pjs

Sabtu, 26 Juni 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : akhyar

Direktur Eksekutif Netgrit, Dr Ferry Kurnia Rizkiansyah. (Foto: netgrit.org)


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Eksekutif Netgrit, Dr Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, tantangan Pilkada Aceh 2024 menjadi sangat penting dalam aspek regulasi.

Ia mengatakan, ketentuan regulasi yang berkaitan dengan lex specialis Pilkada memang tertara di Undang-undang Pemerintahan Aceh. Pasal tersebut menegaskan bahwa masa jabatan kepala daerah di Aceh dipegang selama lima tahun sekali.

Dr Ferry melanjutkan, jika proses Pilkada Aceh tertunda atau diundurkan hingga 2024, maka ketentuan lanjutan yang harus dilakukan rakyat Aceh ialah dengan melakukan Revisi Terbatas Undang-undang atau dengan mengeluarkan peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).

Dr Ferry membebarkan, di tahun 2022 terdapat daerah yang melaksanakan Pilkada, diantaranya adalah Provinsi Aceh dan tujuh provinsi di daerah lainnya.

Sedangkan di tahun 2023, kata Dr Ferry, ada 171 provinsi yang melaksanakan Pilkada.

Jika pelaksanaan Pilkada serentak di tahun 2024, kata Dr Ferry, tentu saja membutuhkan uang anggaran yang sangat banyak. Akan tetapi, jika berkhidmat pada titah demokrasi tentunya uang bukanlah hal utama yang dipikirkan, melainkan keterlibatan rakyat dalam pesta demokrasi itu.

Idealnya pelaksanaan pemilu, jelas Dr Ferry, terdapat asas-asas penting yang lebih efektif dan efisien. Dengan kata lain, asas tersebut ialah asas yang bagaimana menciptakan pemilu betul-betul sederhana, murah, mudah dan bisa dinikmati oleh masyarakat. 

Dr Ferry melanjutkan, asas-asas tersebut bisa saja tercapai, tinggal bagaimana mengelola persoalan 'electoral engginering' atau merekayasa pemilu supaya jadi lebih murah.

Misalnya, kata dia, bagaimana mendesain sistem pemilu atau soal bagaimana desain surat suara yang memang dibuat lebih mudah dan lebih murah.

"Jadi, dengan biaya dan indeks pemahaman kita terkait dengan soal ini, maka saya meyakini bahwa Pilkada di tahun 2022/2023 ini bisa saja dilakukan termasuk proses Pilkada di Aceh," ujar Dr Ferry dalam Webinar Series Politician Academy dengan mengusung tema Persiapan dan Tantangan Pilkada Aceh 2024 yang disiarkan secara langsung melalui Zoom App, Sabtu (26/6/2021).

Pada kesempatan yang sama, Dr Ferry juga menguraikan tantangan yang akan dihadapi rakyat jika Pilkada dilangsungkan secara serentak di 2024. Diantara tantangan yang harus menjadi pusat perhatian ialah mengenai bagaimana menghadapi Pjs atau Plt yang menduduki masa jabatan yang begitu lama.

Pertama, kata dia, walaupun tugas dan kewajiban Pjs sama dengan kewajiban definitif, tapi Pjs ini tidak serta merta bisa membuat keputusan atau kebijakan yang bertentangan dengan kepala daerah definitif.

Kedua, jangan sampai kedudukan Pjs menguntungkan politik sepihak. Apalagi menyangkut soal Pilpres atau ada kaitannya dengan pemilihan umum tahun 2024. 

Ketiga, lamanya masa menjabat Pjs dikhawatirkan terjadi abuse overpower dalam berkuasa. Karena mandat seorang Pjs tidak dalam konteks kewenangan dicision (keputusan), atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum, organisasi, kepegawaian, anggaran sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Kepemerintahan.

"Hal ini yang betul-betul harus kita kawal bersama. Para partai pun harus mengawal secara lebih komprehensif, jernih, dan menyeluruh. Karena ini buat masyarakat bersama, pada kemaslahatan rakyat Aceh," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda