Beranda / Berita / Aceh / Tanpa Peran Masyarakat Sipil, Pengawasan Pemilu di Aceh Tak Akan Maksimal

Tanpa Peran Masyarakat Sipil, Pengawasan Pemilu di Aceh Tak Akan Maksimal

Jum`at, 27 November 2020 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora
Tangkap layar

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Serambi Indonesia bersama Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) mengelar diskusi dengan tema “ Membumikan Pengawasan Pemilu di Aceh (Peran Masyarakat Sipil Dalam Pengawasan Partisipatif). Acara ini disiarkan langsung di kanal facebook Serambinews.com pada Jumat (27/11/2020).

Menghadirkan narasumber dari Komisioner Bawaslu RI Moch. Afifuddin, Alfian sebagai Koordinator MaTA dan Afrizal Tjoetra selaku Akademisi Fisip Universitas Teuku Umar, yang dipandu langsung oleh Yocerizal sebagai Asisten Manager Produksi Harian Serambi Indonesia.

Yocerizal menyampaikan secara Undang-undang pengawasan pemilu ini menjadi tanggung jawab dari pada Bawaslu, di Aceh juga ada Panwaslih. Tetapi Bawaslu atau Panwaslih tidak bisa maksimal melaksanakan tugasnya tanpa ada peran atau partisipasi masyarakat.

“Salah satu penyebabnya adalah keterlibatan Sumber Daya Manusia sehingga Bawaslu atau Panwaslih ini tidak bisa mengawasi semua proses pemilu yang terjadi di lapangan, karena peran masyarakat sipil sangat penting," ujarnya diawal pembukaan diskusi.

Sementara itu, Akademisi Fisip Universitas Teuku Umar, Afrijal mengatakan, masyarakat Aceh ini sangat senang dan suka dengan isu-isu politik, kerap setiap kali berada di warung kopi membahas isu politik, namun dalam praktiknya justru apatis.

“Seperti yang sering terjadi jelang pemilu, masyarakat disuap dengan uang 100 ribu, padahal kalau masyarakat bisa berpikir kritis uang tersebut akan berdampak untuk memimpin lima tahun ke depan,” ungkap Afrijal.

“Kalau masyarakat bisa memahami dengan baik, misalnya dapat uang 100 hari ini untuk memilih orang yang kurang tepat, kalau informasi demikian bisa disampaikan dengan baik, kemudian masyarakat menjadi terdidik, kalangan menengahnya kritis, mungkin kekhawatiran tersebut bisa didorong dan mengalamai perubahan,” tambahnya.

Afrizal juga mengatakan, terjadinya money politic atau politik uang dikarenakan masyarakat khawatir tidak akan bertemu lagi dengan pemimpin yang sudah terpillih, makanya ketika ada kesempatan untuk menerima uang tidak ada penolakan, begitulah yang melatarbelakangi masyarakat menerima uang dari para Caleg.

Kemudian narasumber selanjutnya, Komisioner Bawaslu RI, Afifuddin mengatakan, pihaknya sedang mempersiapkan sekolah kader-kader pegawas partisipatif, hal ini menjadi bagian dari menyaring aktor-aktor untuk membumikan nilai-nilai pengawasan di masyarakat.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda