DIALEKSIS.COM | Jantho - Musim kemarau yang berkepanjangan sejak sebulan terakhir membawa derita tersendiri bagi petani di Kabupaten Aceh Besar. Di Gampong Lambeugak, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar.
Para petani mulai cemas terhadap sawah mereka yang kini mengering dan menguning. Harapan akan panen perlahan memudar seiring absennya aliran air irigasi.
Amirudin (53), seorang petani Desa Lambeugak yang telah puluhan tahun menggantungkan hidup dari bertani padi, menceritakan kondisi sulit yang tengah dihadapi dirinya dan rekan-rekannya.
Saat ditemui di tepi sawahnya yang retak-retak karena kekeringan, ia mengaku ini kekeringan terparah dalam beberapa tahun terakhir.
“Sudah satu bulan ini sawah kami tidak dapat air. Irigasi kering, apalagi di bagian bawah seperti kami di sini, benar-benar tidak ada air sama sekali,” ujar Amirudin kepada media dialeksis.com, Senin (28/7/2025).
Menurutnya, sebagian besar petani di kawasan Lambeugak sudah menanam padi sejak akhir Juni, berharap bisa memanfaatkan sisa-sisa air irigasi. Namun harapan itu pupus ketika pasokan air benar-benar berhenti.
“Kami hanya bisa melihat padi yang mulai menguning. Belum waktunya panen, tapi tanaman sudah seperti mau mati. Ini bukan hanya gagal panen, tapi bencana bagi kami para petani,” katanya.
Dalam kondisi darurat ini, Amirudin dan para petani lainnya mengaku sangat membutuhkan bantuan pemerintah, khususnya berupa pompa air untuk menarik air dari Krueng Aceh ke saluran irigasi sawah mereka.
“Kalau pemerintah bisa bantu dengan pompa air, kami masih bisa menyelamatkan sebagian tanaman. Tapi kalau terus dibiarkan begini, satu kampung bisa gagal panen,” ujarnya.
Saluran irigasi utama yang selama ini menjadi andalan para petani di Lambeugak kini tak lagi berfungsi optimal karena minimnya debit air yang masuk dari hulu.
Para petani sudah mencoba menyewa pompa secara mandiri, namun tidak semua mampu menanggung biaya operasional dan sewa alat yang cukup mahal.
Amirudin berharap Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, termasuk dinas terkait seperti Dinas Pertanian dan BPBD, segera turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi yang ada dan mengambil langkah cepat.
“Jangan cuma datang waktu musim tanam dan panen. Sekarang kami sedang susah, butuh air, tolong datang dan bantu kami,” pinta Amirudin.
Ia juga menekankan bahwa dampak kekeringan ini bukan hanya akan dirasakan petani secara langsung, tetapi juga masyarakat luas, karena potensi gagal panen berarti berkurangnya stok beras lokal yang selama ini disuplai dari wilayah-wilayah seperti Kuta Cot Glie.
“Kami tidak berharap banyak. Kami cuma ingin air, supaya sawah ini bisa hidup,” pungkasnya. [nh]