kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Status Blok B Tak Jelas Arahnya

Status Blok B Tak Jelas Arahnya

Rabu, 09 September 2020 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Foto: istimewa

DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Milenial Aceh menggelar acara diskusi Webinar via aplikasi zoom metting dengan tema ‘Kajian Strategis Pengembangan Blok B Ditangan Pemerintah Aceh Sampai Dimana’ pada dua hari lalu Senin (7/9).

Acara tersebut menghadirkan Keynote Speaker Dr. Ir. H Abdullah Puteh anggota DPD-RI asal Aceh dari Komite II, kemudian Narasumber Muntahar, MT, Sekretaris HIPMI Aceh Utara, Azhari Idris, MA,. Med Plt. BPMA 2018-2019, H. Jirwani anggota Komisi III DPRK Aceh Utara.

Acara itu dipandu oleh moderator host MC Rauzatur Rahmi, S.Ant yang diikuti oleh seratusan lebih peserta.

Syibral Mulasi selaku Ketua Pelaksana, kepada Media Selasa (8/9) mengatakan bahwa, acara ini diadakan untuk mengatahui sejauh mana sudah realisasikan Blok B pasca diambil ahli pemerintah Aceh.

“Dalam Webinar ini kami menghadirkan Narasumber yang punya kapabilitas dibagian migas juga para stakeholder yang paham tentang migas Aceh guna untuk mendapatkan bagi para peserta yang ikut,” katanya.

Kemudian Keynote Speaker, Dr. Ir. H Abdullah Puteh mengatakan dalam diskusinya bahwa, awalnya migas blok B di kelola oleh PT. Mobil Oil atau kita kenal sekarang PT. Exxon Mobil yang kemudian di ambil alih oleh PHE (PT. Pertamina Hulu Energi).

“Setelah penantian yang begitu panjang selama 48 tahun akhirnya Blok B bisa di kelola oleh PEMA, sebagai anggota DPD-RI saya akan terus mendukung Blok B untuk tetap berada di tangan PEMA,” ujarnya. 

Selanjutnya, Narasumber, Azhari Idris, MA,. Med Plt. BPMA 2018-2019 mengatakan bahwa, keinginan pemerintah Aceh untuk mengelola Blok B sudah gayung bersambut, beberapa waktu lalu Menteri ESDM melalui BPMA telah meminta BUMD PEMA untukk menyampaikan Proposal rencana pengelolaan Blok B.

“Ini berita baik dan kita harapkan PEMA telah mempersiapkan diri untuk mampu menyampaikan proposal terbaik mengikuti “Beauty Contest” dengan Pertamina yang telah menyampaikan proposal pada tahun 2016,” ujarnya.

Selanjutnya Azhari menyebutkan PEMA dalam hak ini harus mampu membuktikan Managerial dan Capability, Technical Capability dan Financial Capability. Dalam proposal PEMA tentu akan harus mempersiapkan berapa USD untuk melakukan investasi pada 5 tahun pertama dalam bentuk komitmen pasti, berapa KM akan dilakukan seismic survey, berapa sumur akan di bor dan bagaimana jaminan akan mampu menambah produksi migas dan atau minimal menahan laju penurunan produksi.

“Pema juga harus dapat mengkonfirmasi prediksi besaran cadangan migas yang ada di Blok B dan berapa persen recovery factor yg mampu diproduksikan. Besaran cadangan yang diperkirakan akan menentukan berapa besar Signature Bonus yang di setor ke Negara. Agar proposalnya menjadi cantik tentu PEMA dapat membuat produksi yang lebih akurat berapa besar PEMA mampu menyetor pendapatan Negara,” katanya.

“Semua ini menjadi sangat penting agar proposal PEMA menjadi proposal yang unggul dan memberikan keyakinan yang kuat di depan Tim evaluasi pada Ditjen Migas Kementerian ESDM,” jelasnya.

Ujar Muntazar,M.T Terkait dengan peran Hipmi Aceh Utara dalam mendukung pengelolaan lahan Blok B kita mendukung 100%. Di ambil alih oleh perusahaan yang mewakili pemerintah Aceh. Walaupun saat ini Himpi belum dilibatkan sama sekali.

Sebagai generasi muda yang mengharapkan suatu perubahan kita mendukung dan bila perlu bantuan kita support untuk membuka komunikasi atau melakukan kerja-kerja synergy untuk terwujudnya blok B berada di tanagan pemerintah aceh melalui perusahaan yang di tunjuk. 

Harapan ke BPMA

Kami juga berharap kepada BPMA lebih cepat menerapkan kepada setiap oprator yang memiliki ladang operasi di Aceh untuk segera memindahkan kantor pusat ke Aceh, boleh di Banda Aceh atau di Lhokseumawe/Aceh Utara.

Selain itu, H. Jirwani anggota DPRK Aceh Utara sebagai Narasumber selanjutnya mengatakan bahwa, harapan masyarakat Aceh Utara semoga dengan beralihnya Blok B ke tangan PEMA masyarakat lebih dapat di perhatikan, seperti sarana jalan yang sangat buruk, pengganguran.

“Yang paling parah adalah Aceh Utara masih tercatat didalam daerah termiskin dibandingkan dengan wilayah lainnya di Aceh. Saya juga berharap tidak ada lagi pihak yang dirugikan seperti yang sebelum-sebelumnya,” tuturnya [Rls].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda