Beranda / Berita / Aceh / SP Aceh Sebut Krisis Air di Lhoknga Ada Sebab Akibatnya

SP Aceh Sebut Krisis Air di Lhoknga Ada Sebab Akibatnya

Rabu, 28 Agustus 2024 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Rahmil Izzati, Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Aceh. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.



DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Solidaritas Perempuan (SP) Aceh, sebuah organisasi yang berkomitmen dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, tengah memperkuat langkah advokasi mereka melalui berbagai inisiatif baru yang lebih luas. 

Rahmil Izzati, Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Aceh, mengungkapkan bahwa Krisis air yang melanda Kecamatan Lhoknga, yang terdiri dari 28 gampong, menurut Rahmil bukan hanya disebabkan oleh perubahan cuaca, tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang masih dalam tahap penelitian oleh SP Aceh. 

"Kita yakin krisis air yang dialami oleh Kecamatan Lhoknga ini ada penyebabnya yang lebih mendasar. Saat ini, kami sedang melakukan penelitian untuk mendapatkan data utuh terkait apa sebenarnya yang menjadi penyebab krisis ini," jelasnya kepada Dialeksis.com, Rabu 28 Agustus 2024.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh SP Aceh dalam mengadvokasi isu-isu ini adalah kurangnya pemahaman di kalangan masyarakat mengenai krisis yang terjadi. 

Rahmil menekankan pentingnya mengedukasi masyarakat bahwa krisis air dan masalah lingkungan lainnya bukanlah takdir yang harus diterima begitu saja, tetapi ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, seperti rusaknya sumber mata air dan dampak perubahan iklim yang dipercepat oleh gas rumah kaca.

"Secara kelembagaan, kami melihat bahwa masyarakat belum memiliki pemahaman yang memadai tentang krisis yang terjadi saat ini. Tantangan terbesar kami adalah mengedukasi masyarakat agar mereka memahami bahwa krisis ini bukan hanya karena takdir, tetapi ada faktor lain yang perlu diperhatikan. Itu sebabnya, upaya kami saat ini juga berfokus pada edukasi publik," tutur Rahmil.

Selain itu, SP Aceh juga tengah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk universitas, untuk melakukan penelitian yang dapat menghasilkan data yang komprehensif. 

Data ini nantinya akan menjadi landasan untuk advokasi lebih lanjut kepada pemerintah kabupaten maupun provinsi.

Menurut Rahmil, tahun ini menjadi titik balik bagi SP Aceh untuk melibatkan lebih banyak pihak dalam mengadvokasi isu-isu yang menjadi fokus mereka. 

"Sebenarnya, kami berinisiatif untuk melakukan kegiatan ini karena SP Aceh sendiri menghadapi tantangan dalam menjangkau masyarakat luas. Selama ini, kami memang lebih banyak beroperasi di media sosial untuk mempublikasikan isu-isu yang menjadi fokus SP. Namun, tahun ini, kami berencana untuk menjangkau publik yang lebih luas dengan harapan dapat berkolaborasi dengan media-media yang ada, sehingga isu-isu yang sedang kami advokasi bisa lebih didengar," ujar Rahmil.

Rahmil menjelaskan bahwa saat ini, SP Aceh sedang fokus pada tiga isu utama, yaitu kekerasan seksual, krisis air di Kecamatan Lhoknga, dan advokasi kebijakan di tingkat desa. 

Dalam hal kekerasan seksual, SP Aceh tengah melakukan upaya intensif untuk mendorong kebijakan yang dapat melindungi perempuan dan korban kekerasan melalui peraturan desa atau kanun gampong.

"Saat ini, kami sedang mendorong produk kebijakan di tingkat desa berupa qanun gampong yang kami harap dapat melindungi masyarakat, khususnya perempuan dan korban-korban yang mengalami kekerasan. Di sisi lain, kami juga tengah melakukan advokasi terkait krisis air yang dialami oleh masyarakat di Kecamatan Lhoknga," tambah Rahmil.

Rahmil berharap bahwa dengan adanya kolaborasi yang lebih kuat dan edukasi yang lebih luas, SP Aceh dapat mendorong perubahan yang signifikan dalam penanganan isu-isu yang mereka advokasi. 

Dia juga menekankan bahwa penting bagi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang sama agar gerakan advokasi ini bisa berjalan lebih efektif.

"Kami berharap ke depan, dengan dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk media, kampus, dan masyarakat itu sendiri, SP Aceh dapat lebih efektif dalam melakukan advokasi dan membawa perubahan nyata dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam melindungi hak-hak perempuan dan menangani krisis lingkungan yang terjadi," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda