Soal Gaji Ganda Elit BPKS, Manajemen Diminta Berlaku Adil
Font: Ukuran: - +
Reporter : Im Dalisah
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Berita dan informasi pembayaran gaji ganda kepada salah satu pejabat di Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) dikabarkan belum ada tindak lanjut. Kabar yang terungkap beberapa waktu lalu, Plt Wakil Kepala BPKS, menerima gaji dari sumber keuangan negara, yaitu satu dari BPKS dan satu lagi dari Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) sebagai pengawas.
Akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar, Usman Lamreung, dalam keterangan tertulisnya mengaku telah menelusuri kelanjutan “skandal” itu. Menurutnya, hal ini harus dikawal karena merugikan keuangan negara dan rakyat Aceh.
“Janganlah kita atau lembaga penegak hukum hanya menonton saja ada orang yang berfoya-foya dengan uang rakyat. Pada satu sisi Aceh adalah provinsi termiskin di Sumatera, sedang pada sisi lain ada oknum yang menerima gaji besar dan ganda pula. Duh, kapan majunya Aceh tersayang ini?,” kata Usman kepada Dialeksis.com, Kamis (6/2/2020) di Banda Aceh.
Usman menambahkan, menurut info yang diterima dari aktivis yang bekerja di BPKS, pembayaran gaji ganda untuk elite BPKS itu sampai saat ini terus dibayarkan. Terkait hal tersebut, dia mengusulkan pada BPKS (Plt Kepala BPKS, red) agar managemen BPKS benar-benar bertindak dengan tegas dalam mengimplementasikan aturan yang berlaku di internal BPKS, terkait dengan gaji ganda di dua tempat dengan sumber dana negara.
“Dalam hal ini, stop pembayaran gaji ganda. Minta dikembalikan ke kas negara sejumlah uang yang sudah terlanjur dibayar. Aparatur pemberantasan korupsi, dalam hal ini jaksa, polisi bahkan KPK, perlu mendalami kasus ini,” ungkap Usman.
Kedua, lanjutnya, jika Plt Kepala BPKS lemah dan tak mampu menegakkan aturan yang ada secara adil, ia meminta managemen BPKS harus berlaku adil untuk semua pegawai. Kalau gaji ganda untuk pejabat tertentu itu masih tetap dibayarkan, maka managemen BPKS juga harus memperlakukan hal yang sama kepada para ASN/PNS yang bekerja di BPKS dan instansi pemerintah lainnya.
“Berlakulah adil. Managemen BPKS agar tidak memotong atau menyesuaikan gaji ASN yang bekerja di BPKS. Sebaliknya, managemen BPKS harus mengalokasikan dana kepada mereka dan merapel jumlah yang ke belakang sesuai hak mereka. Dengan begitu, maka keadilan akan ada dan nyata,” kata pria yang masuk dalam jajaran awal BRR Aceh-Nias pasca tsunami 2004.
Ketiga, ucap Usman, dia berharap managemen BPKS benar-benar memberlakukan disiplin pada karyawan. Dari informasi internal dan masyarakat Sabang/Pulo Aceh, ungkap dia, kantor BPKS sering sepi dan karyawannya tidak disiplin alias masuk kerja suka-suka.
"Sedangkan gaji tiap bulan dicairkan, maka perlu tindakan yang tegas managemen internal BPKS bila ada karyawan tidak disiplin, jangan sampai karyawan yang atur atasan. Khusus ke Pulo Aceh, Aceh Besar, kepala BPKS, wakil kepala, para deputi, harus ada kunjungan rutin dan berkantor/bermalam di sana. Tinggal atur piket mingguan dari top unsur managemen BPKS. Setiap pekan harus ada elite BPKS di Pulo Aceh. Pulo Aceh itu harus menjadi fokus BPKS dalam mewujudkan free port dan perdagangan bebas dan ini amanah konstitusi,” pinta tokoh Aceh Besar ini.
Terakhir, Usman mendesak Dewan Kawasan Sabang (DKS) berani mengambil kebijakan yang tepat dan cerdas dalam menentukan calon kepala dan wakil kepala BPKS, agar mampu membenahi managemen internal, mereformasi BPKS, berkomunikasi dan koordinasi dengan berbagai instansi terkait, sehingga aktifitas Freeport bisa lebih hidup di Sabang dan berdampak pada peningkatan ekonomi rakyat.
“Kapal-kapal multinasional yang lalu lalang di Selat Malaka harus mau masuk ke Sabang atau Pulo Aceh seperti masa Belanda atau Orba. Dulu yang tidak BPKS saja maju tuh Sabang, masa sekarang banyak alasan. Makanya elite BPKS harus ahli pelabuhan dan perdagangan internasional. Jangan orang tak berpengalaman dan hanya sekedar memburu gaji atau ST ke luar negeri saja. Kasihanilah rakyat Aceh,” harap dia.
“Juga kepada Dewan Pengawas BPKS, walau agak pesimis, kami tetap menunggu aksi nyata dalam menegur sejumlah kejanggalan di Bapel BPKS, seperti perjalanan dinas ke luar negeri yang diteken sendiri oleh pejalan, pergi Singapura pada akhir tahun 2019 tidak ke tempat yang ditugaskan, hanya sebatas jalan-jalan. Juga mintalah presentasi hasil perjalanan ke Labuan (dekat Brunei) dan rencana implementasi di Sabang dan Pulo Aceh,” tambah Usman.
Menutup keterangan tertulisnya, Usman mengingatkan managemen BPKS agar mengawasi proses perjalanan luar negeri agar dapat memberikan output maksimal.
“Kalau perjalanan ke Labuan dan Singapura tak diawasi, takutnya orang yang sama (delegasi di bawah pimpinan Plt Waka, red) akan pergi lagi ke India atau negara lain dan pulang dengan kosong, sementara serapan uang negara tersedot terus untuk tamasya secara bergerombol ke luar negeri. Deputi Pengawasan kabarnya tak mau mengawasi, malah ikut serta. Ini kan tak betul”, tandas Usman. (Im)