kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Simak Penilaian Suraiya Terhadap Eksistensi Perempuan Aceh di Arena Politik Praktis

Simak Penilaian Suraiya Terhadap Eksistensi Perempuan Aceh di Arena Politik Praktis

Sabtu, 03 April 2021 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Fazliana

FOTO: SERAMBINEWS.COM/NANI HS


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Fakta menunjukan hasil Pemilu 2019 di Provinsi Aceh, khususnya pada level DPRA Sebanyak 81 anggota Dewan hanya 8 orang menduduki kursi di legislatif. Jumlah itu berkurang dari hasil Pemilu 2014-2019 sebanyak 12 politisi perempuan duduk di DPRA. 

Mirisnya lagi, ditataran eksekutif hasil Pilkada 2017 hanya satu perempuan duduk sebagai wakil bupati Semeulu. Selebihnya tidak ada keterwakilan perempuan di kabupaten/kota lainnya di Aceh. 

Merespon eksistensi perempuan Aceh di arena politik praktis, dialeksis.com (2/4/2021) meminta tanggapan aktivis ternama nasional Suraiya Kamaruzzaman, ia juga tercatat pengajar di Universitas Syiah Kuala. Menurutnya, eksitensi perempuan dalam berperan dibidang eksekutif maupun legislatif itu sangat dibatasi,seperti peraturan bupati atau peraturan daerah lainnya yang menyudutkan minimnya perempuan berperan dalam bidang eksekutif maupun legislatif.

"Berdasarkan hakikatnya perempuan lebih dominan di banding lelaki untuk menjadi pemimpin, Maka dari itu mungkin inilah salah satu faktor kenapa minimnya perempuan di anggota parlemen pemerintahan, tambahnya.

Intinya menurutnya, tidak ada perbedaan perempuan dan laki-laki ketika masuk dunia politik sepanjang masing-masing memiliki kemampuan memengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai keinginannya. 

Suraiya menegaskan,"peran perempuan dalam dunia politik semakin terlihat dan terbuka pasca perjanjian perdamaian Helsinki, yang menstimulus semakin dinamisnya gerakan perempuan di Aceh. Hal ini dapat dikatakan bahwa era pasca konflik sebagai era kebangkitan gerakan politik perempuan Aceh," tegasnya. 

Ia kembali menjelaskan berbicara tentang perempuan Aceh di arena politik tampaknya selalu harus dimulai dari partisipasi politik dan representasi politik. Representasi perempuan di Aceh tampaknya harus dilihat berdasarkan siapa atau kelompok mana yang diwakili oleh perempuan yang duduk di parlemen Aceh. Pengalaman keberadaaan perempuan di legislatif baik hasil Pemilu 2019 berjumlah 12 orang maupun hasil Pemilu 2019 berjumlah 8 orang. 

"Keberadaan mereka harus  mampu dalam mempengaruhi segala bentuk aturan maupun kebijakan yang tidak berpihak kepada perempuan untuk dijadikan kebijakan yang sangat berpihak kepada perempuan, sekaligus merubah paradigma perempuan Aceh yang tidak hanya mengurus masalah-masalah domestic tetapi juga mengurus masalah-masalah publik," tutupnya [Fazliana]. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda