Siapapun PJ Gubernur Harus Punya Ideologi Keacehan yang Tinggi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
[Foto: Dialeksis/nor]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sosok pemikir perempuan Aceh, Cut Meutia menyampaikan pandangannya terkait sosok yang tepat menjadi Penjabat (PJ) Gubernur Aceh mendatang yang penempatannya tinggal menghitung hari.
“Bagi saya, siapapun boleh menjadi PJ, mau sipil mau militer silakan saja tapi harus diingat, ideologi keacehan dia seperti apa,” jelasnya dalam diskusi publik yang digelar oleh The Aceh Institute, Kamis (26/5/2022).
Menurutnya, walaupun PJ dari kalangan sipil tetapi tidak memiliki ideologi keacehan seperti yang sudah-sudah terjadi, membuat tidak maksimalnya pemerintahan karena tingkat ideologi keacehannya sangat rendah.
Ketika nanti yang ditempatkan adalah kalangan militer dan dia memiliki ideologi keacehan yang lebih tinggi dari sipil, kenapa tidak.
Cut Meutia menyampaikan tantangan jika sipil yang ditempatkan sebagai PJ, maka otomatis dia individu dan tidak mewakili dari kepartaian.
Kendalanya nanti, kata dia, akan kewalahan menghadapi pemerintahan yang hari ini saling melempar batu. Jadi dia sulit menjadi pemersatu ketika tidak ada dukungan dari partainya atau kelompoknya sendiri.
“Ketika menempatkan militer, tantangannya adalah Aceh akan selalu dilihat sebagai daerah yang selalu berkonflik, itu yang membuat saya masih ragu kenapa tidak mendukung 100 persen keberadaan militer sebagai PJ,” terangnya.
Karena, lanjutnya, masyarakat Aceh menginginkan dunia harus memandang Aceh sebagai daerah yang sudah kondusif, sehingga roda perekonomian bisa maju dan berjalan dengan baik.
Tetapi jika militer ditempatkan sebagai PJ, dalam benak dunia Aceh masih daerah 'konflik'.
“Tantangan bagi PJ militer itu adalah dia harus datang ke Aceh bukan dengan image sebagai pengaman, tetapi harus membangun image kehadiran militer untuk membuat perdamaian, membangun ekonomi yang lebih baik dan infrastruktur,” jelasnya lagi.
Untuk itu, katanya, jika militer hanya formalitas untuk mengisi kekosongan pejabat pemerintah, ia rasa itu tidak perlu, bisa dibuat oleh sipil.
Menurutnya, tantangan militer lebih besar dari sipil, jika ingin militer yang akan ditempatkan. “Kalau sipil hanya bisa berbuat tentang administratif, kita harap militer bisa berbuat lebih dari administratif, bisa membangun Aceh, mengembangkan ekonomi dan lainnya,” pungkasnya.
Hal terpenting lainnya, kata Cut Meutia, seandainya militer itu hanya bisa menjalankan administratif seperti sipil, kenapa harus jauh-jauh mengundang dari luar. [nor]