Sewa Lapak Pedagang Daging Meugang Dipungli, Abu Suhai: Tidak Boleh Dibiarkan
Font: Ukuran: - +
Reporter : fajri bugak
Suhaimi Hamid akrab dipanggil Abu Suhai Wakil Ketua DPRK Bireuen dari Partai PNA. [Foto: For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Bireuen - Wakil Ketua DPRK Bireuen Suhaimi Hamid mengaku miris dan ikut prihatin masih adanya pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan hari Meugang untuk mencari keuntungan dari pedagang daging meugang mengambil tarif sewa lapak (Tempat Jualan_red) yang terkesan mencekik leher pedagang daging meugang. Anehnya uang yang diambil tersebut tidak disetor sebagai Pendapat Asli Daerah (PAD).
Seharusnya kata Abu Suhai sapaan Suhaimi Hamid biaya sewa lapak yang dipungut tersebut semuanya harus disetor ke Kas Pemerintah Bireuen untuk jadi PAD.
Untuk biaya operasional bagi sipemungut ada sistem tersendiri yg diberikan kepada yang bersangkutan. "Bukan dengan cara pungutan liar,"ujar Abu Suhai,Jumat (1/4/2022).
Lanjut Abu Suhai, seharusnya Pemkab Bireuen dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi masa kini, sistem pungutan biaya sewa lapak tersebut bisa ditransfer melalui rekening daerah, sehingga peluang Pungli bisa diminimalisir.
Abu Suhai mengungkapkan dari kejadian di Kota Matang Glp Dua ini,ia berharap tim Saber Pungli dan pihak yg berwajib untuk mengawasi sistem pungutan lapak yang terjadi di Kota Matang Glp Dua serta tempat-tempat lain yang ada di Bireuen.
Abu Suhai berharap kepada masyarakat yang dirugikan diperlakukan secara tidak adil untuk melapor kepada pihak yang berwajib, agar pelaku pungli bisa mendapatkan hukuman.
Sebagaimana diberitakan Dialeksis.com sebelumnya sejumlah pedagang daging lembu pada hari meugang pertama menyambut bulan suci Ramadhan 1443 Hijriah/2022 M,Jumat (1/4/2022) di Kota Matang Glp Dua Kecamatan Peusangan mengaku harus mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah untuk mendapatkan lapak (tempat jual_red).
Sejumlah pedagang mengaku ada yang harus mengeluarkan uang untuk menyewa lapak Rp 300 sampai Rp 400 ribu per satu lapak.
Salah seorang pedagang lembu yang ditemui Dialeksis.com di tempat penjualan Daging Meugang di Kota Matang Glp Dua mengaku sebelum mendapatkan tempat jualan (Lapak_red) mereka harus menyetor ratusan ribu rupiah. Uang tersebut mengaku diambil oleh Petugas Keswan dan oknum berseragam didampingi petugas kantor Camat Peusangan
Anehnya kata pedagang tersebut dari Rp 300 ribu uang yang distor sebagai biaya sewa lapak hanya tiga item yang dikasih bukti setoran sah resmi, selebihnya biaya lapak terdikasi pungutan liar (Pungli) tidak masuk ke Pendapat Asli Daerah (PAD).
"Satu meja lapak harus kami sewa Rp 300 ribu, Tetapi yang dikasih bukti setoran sah cuma biaya restribusi sampah Rp 10 ribu rupiah, Pemeriksaan Kesehatan Hewan Rp 58 ribu dan Biaya Restribusi Pasar Rp 15 ribu.
Sementara biaya sewa lapak Rp 75/ hari (150 ribu dalam dua hari) tidak dikasih bukti setoran yang sah,"kata salah seorang pedagang kepada Dialeksis.com.
Dugaan kuat menurut sejumlah pedagang dalam biaya sewa lapak indikasi ada permainan dan uang tersebut tidak distor ke PAD. "Padahal biaya lapak ikluk di biaya restribusi pasar.Karena tanah yang kita gunakan tanah Pemerintah. Masak ini diambil biaya sewa lapak lagi. Ini kan aneh," ujarnya.
Terindikasi Pungli
Penelusuran Dialeksis.com, selain dari biaya restribusi sampah Rp 10 ribu rupiah, Pemeriksaan Kesehatan Hewan Rp 58 ribu dan Biaya Restribusi Pasar Rp 15 ribu pengutipan diluar ketentuan tersebut karena tidak masuk ke PAD daerah teridikasi Pungli. (Fajri Bugak)