kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Setelah Menjadi Milik Sumatera Utara, Baru Pemerintah Aceh Meributkan 4 Pulau

Setelah Menjadi Milik Sumatera Utara, Baru Pemerintah Aceh Meributkan 4 Pulau

Senin, 23 Mei 2022 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Aryos Nivada Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala (USK). [Foto: For Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aryos Nivada Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala (USK), turut mencermati hingar bingar persoalan 4 pulau yang kini dihangatkan. 

Menurut penjelasan Aryos, dimana disebut-sebut 4 pulau “milik” Aceh itu sudah berpindah menjadi milik Sumatera Utara.

Persoalan “kelalaian” Pemerintah Aceh ini harus diselesaikan dengan bijak, bukan justru menyalahkan pihak lain. Keempat pulau itu bila dari awal dikawal dan diperhatikan serta diurus administrasinya oleh Pemerintah Aceh, tentunya tidak menimbulkan persoalan yang kini hangat dibicarakan.


[Foto: Dialeksis]

Pendiri Jaringan Survei Inisiatif ini dalam keteranganya persnya Senin (23/5/2022) menjelaskan, awalnya pemerintah Aceh ketika dilakukan pembakuan nama pulau, tidak mempersoalkan keempat pulau yang kini diributkan.

Dari catatan data yang terdokumen, sebut Aryos, pada tanggal 20-22 November 2008 di Banda Aceh telah dilaksanakan verifikasi dan pembakuan nama pulau di Provinsi Aceh. Pembakuan itu dilaksanakan oleh tim nasional pembakuan nama Rupabumi yang terdiri dari Kemendagri , KKP, Dishidros, TNI AL- Bakosurtanal, dan pakar Toponimi.

Masih menurut dirinya, tim yang khusus mendapat wewenang untuk membakukan Rupabumi ini telah melakukan verifikasi. Untuk Aceh sudah disepakati ada 260 pulau. Dalam pelaksanaan verifikasi saat itu, tidak tercatat adanya 4 pulau yaitu Pulau Mangkir Besar, pulau Mangkir Kecil dan Lipan serta pulau Panjang. Artinya keempat pulau ini tidak masuk dalam peta Aceh.

Sebelum melakukan verifikasi dan pembakuan Rupabumi di Aceh, tim nasional ini terlebih dahulu sudah melakukan verifikasi di Sumatera Utara pada 14-16 Mei 2008. Pada verifikasi di Medan ini telah dibakukan sebanyak 213 pulau di Provinsi Sumatera Utara. Dimana termasuk 4 pulau, yaitu pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, pulau Lipan dan pulau panjang.

Kemudian lanjut Aryos, atas konfirmasi Gubernur Aceh pada tahun 2009, keempat pulau itu masuk dalam wilayah Sumatera Utara dan Provinsi Aceh memiliki 4 pulau lainya yang namanya nyaris sama (hanya beda di besar dan gadang, serta kecil dan ketek). 

Maka munculnya titik koordinat yang berbeda terhadap pulau yang berbeda itu, 4 pulau milik Sumatera Utara dan empat pulau lainya milik Aceh, dimana dari titik koordinat ini lokasinya jauh berbeda mencapai 70 kilometer lebih.

Titik koordinat untuk pulau milik kedua provinsi ini sudah dibakukan. Jelas perbedaan antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara.

Lantas Aryos mempertanyakan mengapa kembali kini menjadi persoalan dan harus diselesaikan?

Penyebabnya setelah 10 tahun berlalu pembakuan Rupabumi yang verifikasinya dilaksanakan tim nasional ini, giliran Gubernur Aceh yang mengirimkan surat revisi koordinat. Mengapa direvisi koordinat, apakah lokasinya yang berubah, hilang atau pulang ini tenggelam?

Sudah diketahui jika Gubernur Aceh melalui suratnya nomor 136/30705 tanggal 21 Desember 2008, mengajukan revisi titik koordinat keempat pulau ini. Dari titik koordinat yang diminta Gubernur Aceh untuk direvisi, titik koordinatnya menunjuk pada lokasi 4 pulau yang pada tahun 2008 sudah dimasukan tim verifikasi nasional ini menjadi milik Sumatera Utara.

Sepuluh tahun setelah masuk menjadi milik Sumatera Utara, baru pemerintah Aceh melayangkan surat untuk revisi. Apakah semudah itu merevisinya, sementara tim nasional yang terdiri dari berbagai pihak berkompeten seperti disebutkan diatas, sudah memutuskan pada tahun 2008 tentang pulau yang menjadi milik Aceh dan menjadi milik Sumatera Utara.

Apakah serta merta dapat direvisi sesuai dengan keinginan Pemerintah Aceh melalui suratnya yang meminta direvisi titik koordinat pulau dimaksut. Surat permintaan revisi dari Gubernur Aceh itu, sampai kini belum ada jawaban pasti.

Dirinya menegaskan lantas muncul isu seolah-olah persoalan ini kesalahan di Kemendagri, apalagi ada yang mengkaitkan dengan persoalan politik. Namun bila kita pelajari histori, seharusnya ketika tim nasional melakukan verifikasi, saat itu Pemerintah Aceh mengusulkan ke 4 pulau tersebut, bukan justru menerima mentah-mentah hasil verifikasi tim nasional.

Namun setelah 10 tahun berlalu dan hasil verifikasi sudah ditetapkan dalam sebuah keputusan undang-undang tentang wilayah dan pulau untuk sebuah provinsi, baru kemudian pemerintah Aceh melayang surat untuk revisi titik koordinat.

Tentunya untuk merevisi titik koordinat itu tidak semudah yang diharapkan, apalagi keempat pulau itu sudah ditetapkan sebagai wilayah Sumatera Utara pada tahun 2008 dan sudah ada titik koordinatnya yang menyatakan bahwa titik koordinat tersebut masuk dalam wilayah Sumatera Utara.

Masih menurut Aryos, surat yang disampaikan Pemerintah Aceh untuk merevisi titik koordinat 4 pulau yang sudah menjadi milik Sumatera Utara itu, bukanlah mudah menyelesaikannya. Tentunya melibatkan banyak pihak, termasuk pihak Sumatera Utara. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda