kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Sepanjang 2019, Terdapat 7000 Kasus Terhadap Anak yang Ditemukan di Media

Sepanjang 2019, Terdapat 7000 Kasus Terhadap Anak yang Ditemukan di Media

Kamis, 06 Februari 2020 22:45 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indra Wijaya

Komisioner Perlindungan Anak, Ayu Ningsih (kiri) saat diskusi publik terkait pemenuhan dan perlindungan hak anak di Le More Cafe, Lampineung, Banda Aceh, Kamis, (6/2/2020). Foto: Indra Wijaya/Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh – Komisioner Perlindungan Anak, Ayu Ningsih, pada diskusi publik terkait pemenuhan dan perlindungan anak menyebutkan setidaknya sepanjang 2019 ditemukan 7000 kasus kekerasan terhadap anak yang di dapat dari sebaran media online dan media cetak yang tidak dilapor. 

“Kami baru menyelesaikan pengumpulan datanya kemarin. Ada 7000 kasus terhadap anak yang tidak dilaporkan kepada kita. Datanya kami kumpulkan dari berita yang di ekspos di Media,”katanya saat mengisi materi terkait pemenuhan dan perlindungan anak yang diadakan AJI Banda Aceh dan Unicef, di Le More Cafe, Lampineung, Banda Aceh, Kamis (6/2/2020).

Ia juga menyebutkan, kasus terhadap anak yang dilaporkan hanya 14 kasus saja. Selain itu, ia mengatakan, ada beberapa kasus kekerasan seksual terhadap anak beberapa tahun kasus tersebut tidak bisa naik Kejaksaan, karena kasus tersebut tertahan di Kepolisian.

‘Kasus tersebut tertahan di kepolisian dengan alasan kurangnya alat bukti. Apalagi kejaksaan meminta saksi yang melihat langsung paska kejadian,” katanya.

“Kita saja kalau mau berhubungan kunci pintu ditutup. Apalagi orang yang sembunyi-sembunyi-sembunyi. Jadi gimana kita mau mencari saksi yang melihat langsung,”sebutnya.

Hal tersebut menjadi salah kendala dalam mengurus kasus kekerasan terhadap anak. Saat ini yang bisa mereka lakukan dengan mendatangi pihak kepolisian untuk membantu penangan kasus tersebut.

“Padahala ada yorespodensi dari hakim terdahulu untuk menghukum pidana kepada pelaku walaupun tidak ada saksi yang melihat langsung kejadian. Yang pentingkan terpenuhi alat buktinya. Keterangan saksi bisa didapat dari hasil visum korban”katanya.

“dan itu ada yang berlanjut kepengadilan, ada juga yang tidak berlanjut kepengadilan,” tambahnya.

Kasus yang tidak berlanjut kepengadilan dikarenakan ia memakai qanun perlindungan anak. Hal tersebut menjadi dualisme dikarenakan jika menyebutkan qanun perlindungan anak lebih menyeluruh. 

“di qanun jinayat juga belum spefisik menyebutkan batasan usia anak. Sehingga kalau anak usia 14 tahun awalnya ia korban tapi dia melakukan suka sama suka, dia sudah diberikan hukuman,”ujarnya.

“Akan tetapi jika ia diperjelas batasan usia qanun itu 18 tahun, ia tidak bisa menjadi pelaku,”tambahnya. (IW)

Keyword:



riset-JSI
Komentar Anda