DIALEKSIS.COM | Jantho - Dalam semangat memperingati Hari Sumpah Pemuda, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh bersama Koalisi Anak Muda untuk Ketahanan Demokrasi (KAMu DemRes) dan Masyarakat Anti Hoaks Aceh (MAHA) menggelar kegiatan refleksi dan pemulihan bersama atas capaian serta harapan dari implementasi Program Democracy Resilience (DemRes) di Lhoknga, Aceh Besar, Selasa (28/10/2025).
Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk mengevaluasi sejauh mana program DemRes, yang berfokus pada penguatan ketahanan demokrasi di kalangan generasi muda, telah memberikan dampak nyata di lapangan.
Forum refleksi ini juga menjadi wadah partisipatif bagi para penerima manfaat utama, yakni anak muda, untuk menyampaikan pandangan, kritik, dan rekomendasi strategis terhadap arah program ke depan.
Destika Gilang Sari, Program Officer Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, mengatakan refleksi ini bukan sekadar evaluasi administratif, melainkan proses pembelajaran bersama yang melibatkan suara dan pengalaman anak muda secara langsung.
“Program DemRes bukan hanya tentang memperkuat kapasitas anak muda secara teknis dalam memahami demokrasi, tapi juga tentang bagaimana mereka mampu menjadi agen perubahan yang berani bersuara, kritis terhadap kebijakan publik, dan aktif dalam ruang-ruang sosial maupun politik. Refleksi ini penting agar capaian yang sudah ada bisa ditingkatkan, dan tantangan yang muncul bisa dijawab dengan strategi yang lebih adaptif,” ujar Destika.
Selama periode implementasi, Program DemRes berhasil menumbuhkan semangat kritis di kalangan pemuda melalui pelatihan literasi politik, diskusi kebangsaan, dan penguatan jejaring antarorganisasi muda di Aceh.
Salah satu capaian yang disorot dalam refleksi ini adalah meningkatnya partisipasi sipil anak muda dalam kegiatan advokasi dan isu-isu kebijakan publik di tingkat lokal.
“Kami menemukan bahwa setelah mengikuti program ini, banyak anak muda yang berani menginisiasi kegiatan sosial di gampong, ikut berdialog dengan pemerintah, bahkan mendirikan komunitas kecil yang fokus pada isu lingkungan, transparansi, dan partisipasi publik,” jelas Destika.
Program ini juga memperlihatkan dampak positif terhadap peningkatan pemahaman tentang pentingnya institusi demokratis yang kuat dan akuntabel.
Di berbagai daerah, peserta program DemRes menunjukkan inisiatif dalam mengawal proses pembangunan desa dan mengawasi transparansi anggaran publik.
Meski banyak capaian positif, pelaksanaan program ini tidak terlepas dari tantangan. Hambatan struktural seperti minimnya ruang partisipasi bagi anak muda di forum formal, kurangnya dukungan kebijakan publik terhadap gerakan kepemudaan, serta narasi pesimis terhadap politik menjadi sorotan utama dalam forum refleksi.
“Kita masih melihat anak muda yang ragu untuk terlibat karena stigma bahwa politik itu kotor atau hanya untuk kalangan tertentu. Padahal demokrasi membutuhkan partisipasi semua pihak, terutama generasi muda yang punya idealisme dan energi besar,” ungkap Destika.
Selain itu, beberapa peserta mencatat perlunya peningkatan efektivitas metode dan materi dalam pelatihan agar lebih relevan dengan konteks lokal di Aceh. Ada juga masukan agar program memperluas jangkauan ke daerah-daerah yang selama ini kurang tersentuh oleh kegiatan pemberdayaan demokrasi.
Melalui forum refleksi ini, peserta bersama penyelenggara menghasilkan sejumlah rekomendasi konkret dan strategis untuk pengembangan program ke depan.
Salah satunya adalah pentingnya memperkuat jejaring kolaboratif antarorganisasi pemuda dan pemerintah daerah agar nilai-nilai demokrasi bisa diterapkan secara lebih nyata dalam kebijakan publik.
“Kami berharap program seperti DemRes terus berlanjut dengan pendekatan yang lebih kontekstual dan inklusif. Anak muda tidak hanya perlu diberikan ruang untuk berbicara, tapi juga untuk berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan,” tutupnya.[nh]