kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Selamatkan Rawa Gambut Tripa Nagan Raya, Petisi Diserahkan ke Berbagai Lembaga Aceh

Selamatkan Rawa Gambut Tripa Nagan Raya, Petisi Diserahkan ke Berbagai Lembaga Aceh

Rabu, 04 September 2024 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Petisi berisi tuntutan agar pemerintah segera menghentikan aktivitas perambahan di Kawasan Lindung Gambut Tripa. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Yayasan Apel Green Aceh, yang didukung oleh organisasi lingkungan internasional Selamatkan Hutan Hujan, menyerahkan petisi penting kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Gubernur Aceh, Kapolda Aceh, dan Lembaga Wali Nanggroe Aceh. 

Petisi tersebut berisi tuntutan agar pemerintah segera menghentikan aktivitas perambahan di Kawasan Lindung Gambut Tripa, mencabut Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan PT. Surya Panen Subur (SPS 2) dan PT. Kallista Alam, serta meningkatkan status hukum perlindungan lahan gambut di wilayah tersebut.

Petisi ini bukan hanya seruan lokal tetapi juga kampanye global, yang berhasil mengumpulkan lebih dari 65.000 tanda tangan dari 154 negara hanya dalam waktu satu bulan melalui situs hutanhujan.org. 

Kampanye ini merupakan respons terhadap kerusakan yang terus terjadi di kawasan Rawa Tripa, sebuah ekosistem gambut yang pernah memiliki luas sekitar 61.803 hektar, namun kini hanya tersisa 11.380,71 hektar. Rawa Tripa termasuk dalam Kawasan Lindung Gambut yang diatur oleh Qanun Tata Ruang Nagan Raya, khususnya pada Pasal 27.

Rahmad Syukur, Ketua Yayasan Apel Green Aceh, menjelaskan bahwa petisi ini telah diserahkan dalam beberapa tahap.

Penyerahan pertama kali dilakukan kepada Pemerintah Kabupaten Nagan Raya pada 20 Agustus 2024 di Suka Makmue, dengan lebih dari 42.000 tanda tangan. 

Selanjutnya, pada 2 September 2024, petisi diserahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh di Banda Aceh, dengan jumlah tanda tangan yang sudah meningkat menjadi 63.736 dari 154 negara.

Pada 2 September 2024, Yayasan Apel Green Aceh juga menyerahkan petisi ketiga kepada Majelis Adat Aceh, Wali Nanggroe, di Banda Aceh. 

Keesokan harinya, pada 3 September 2024, mereka melanjutkan penyerahan petisi keempat kepada Sekretariat DPRA, petisi kelima kepada Gubernur Aceh, dan petisi keenam kepada Kapolda Aceh, semuanya dengan jumlah lebih dari 65.000 tanda tangan.

"Penyerahan petisi ini dilakukan di berbagai lokasi strategis di Banda Aceh, termasuk Kantor DPRA, Kantor Gubernur, Markas Polda, dan Hotel Ayani, tempat Lembaga Wali Nanggroe menerima dokumen tersebut," kata Rahmad Syukur kepada Dialeksis.com, Rabu (4/9/2024).

Rahmad Syukur berharap bahwa lembaga-lembaga yang menerima petisi ini akan segera mengambil tindakan konkret untuk melindungi Rawa Tripa yang tersisa. 

"Kami sangat berharap agar Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Gubernur Aceh, Kapolda Aceh, dan Lembaga Wali Nangroe Aceh dapat mendengarkan suara kami untuk menyelamatkan Rawa Gambut yang tersisa. Pemerintah harus tegas melindungi kawasan rawa Tripa yang tersisa, dengan menjadikannya sebagai konservasi lahan gambut atau kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan,” tegas Rahmad.

Direktur Selamatkan Hutan Hujan, Marianne Klute, yang juga berpartisipasi dalam kampanye ini, menekankan bahwa perlindungan lahan gambut dan hutan rawa merupakan kunci dalam mengatasi perubahan iklim global. 

“Tanpa perlindungan pasti, dunia tidak akan pernah mencapai tujuan iklimnya. Aceh memiliki tanggung jawab besar untuk menyelamatkan dan merestorasi hutan rawa gambut,” jelas Marianne.

Ia juga meminta Pemerintah Nagan Raya dan Aceh secara keseluruhan untuk serius mengambil tanggung jawab ini, tanpa mengorbankan keanekaragaman hayati, iklim, dan kehidupan generasi mendatang demi keuntungan ekonomi atau reputasi semata. 

Kampanye ini, menurut Marianne, juga merupakan bentuk partisipasi publik yang mendesak pemerintah untuk mencabut HGU PT Kalista Alam dan PT Surya Panen Subur yang beroperasi di kawasan lindung gambut, sesuai dengan aturan yang tercantum dalam Qanun Tata Ruang Nagan Raya.

Sebagai bagian dari upaya internasional, Marianne menyampaikan bahwa petisi ini juga akan diserahkan kepada beberapa Duta Besar Indonesia di negara-negara Eropa, sebagai bentuk tekanan internasional agar pemerintah Indonesia lebih berkomitmen dalam menjaga kawasan lahan basah.

"Penyerahan petisi ini menandai langkah penting dalam upaya penyelamatan Rawa Tripa, sebuah ekosistem yang tidak hanya penting bagi Aceh, tetapi juga bagi dunia dalam upaya memerangi perubahan iklim. Dengan dukungan lebih dari 65.000 suara dari seluruh dunia, Yayasan Apel Green Aceh dan Selamatkan Hutan Hujan berharap pemerintah akan segera bertindak demi masa depan lingkungan yang lebih baik," pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda