Sehari Setelah Aksi Tolak Tambang, Rumah Abu Kamil Dikepung Polisi Bersenjata Lengkap
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh meminta kepada pemerintah tidak menggunakan Alat Negara untuk mengintimidasi warga. Perkara ini terjadi tadi pagi, Sabtu (27/5/2023) pukul 07.00 WIB, sekitar 20 personil aparat kepolisian dengan persenjataan lengkap mengepung rumah pribadi Abu Kamil di Desa Blang Meurandeh, Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya.
Peristiwa ini terjadi berselang satu hari paska warga Beutong Ateuh Banggalang menghadang tim perusahaan PT Bumi Mineral Energi (PT BME) dan Pemerintah Nagan Raya. Warga menolak keberadaan perusahaan tambang mengeruk kekayaan alam yang ada di sana.
Pada saat pengepungan terjadi, Abu Kamil tidak sedang berada di rumah, hanya ada istrinya. Alasan pihak kepolisian mengepung rumah tersebut sedang mencari seseorang yang menjadi DPO kasus narkoba. Namun, menurut pandangan WALHI Aceh, kondisi ini menjadi bentuk teror kepada warga yang menolak perusahaan tambang di Beutong Ateuh Banggalang. Semua warga di sana sudah sepakat menolak keberadaan setiap perusahaan tambang yang dapat merusak lingkungan di sana.
"Kenapa harus rumah Abu Kamil yang dikepung dan terjadi pengepungan satu hari setelah kejadian warga menghadang tim PT BME datang ke Beutong," kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, dalam keterangan persnya yang diterima Dialeksis.com, Sabtu (27/5/2023).
Warga Beutong Ateuh Banggalang menghadang tim perusahaan PT Bumi Mineral Energi (PT BME) dan Pemerintah Nagan Raya, Jumat (26/5/2023). [Foto: dok. WALHI Aceh]Berdasarkan keterangan yang WALHI Aceh peroleh, pengepungan itu terjadi selama 30 menit lebih. Kondisi ini, telah menyisakan trauma bagi istri Abu Kamil dan masyarakat Beutong Ateuh Banggalang. Karena mereka memiliki catatan sejarah yang kelam terhadap intimidasi dari aparat negara saat konflik dulu.
WALHI Aceh berharap, pengepungan rumah pribadi Abu Kamil tidak ada kaitannya dengan aksi penolakan perusahaan tambang yang hendak beroperasi di Beutong Ateuh Banggalang. Semua warga di sana sudah sepakat menolak keberadaan setiap perusahaan tambang yang dapat merusak hutan di sana.
WALHI Aceh meminta pemerintah tidak menggunakan aparat negara untuk mengintimidasi warga yang menyampaikan aspirasinya, yaitu menolak perusahaan tambang beroperasi di Beutong Ateuh Banggalang.
"Warga di sana sudah cukup trauma dengan kejadian masa lalu, jangan bikin warga semakin trauma, warga menolak perusahaan tambang emas, itu hak mereka mempertahankan lingkungan hidup mereka agar tidak rusak," tegasnya.
Untuk meminimalisir konflik dan terjadi hal yang tidak diinginkan, sebut Om Sol (sapaan karib Ahmad Shalihin), Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan kewenangan agar segera merespon dan segera mencari solusi, agar perkara ini tidak berlanjut dan masyarakat di sana bisa hidup tenang berdampingan dengan hutan.
"DPRA dan Pemerintah Aceh tidak boleh diam, harus segera turun untuk menyelesaikan permasalahan ini, jangan sampai ada korban dan tragedi seperti masa lalu," pintanya.
Khusus untuk aparat kepolisian, WALHI Aceh meminta agar aparat kepolisian yang digaji dari pajak rakyat harus melindungi warga yang menuntut haknya untuk mendapatkan lingkungan hidup dan layak bebas dari kerusakan.
"Apa yang dilakukan oleh masyarakat tolak tambang merupakan upaya penyelamatan lingkungan untuk tetap bersih dan sehat dan bagian dari pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM)," pungkas Om Sol. [*]
- Terima Kunjungan Danlanal Sabang, Pemkab Nagan Raya Bangun Sinergitas Kerjasama
- Tim SAR Berhasil Evakuasi Jasad Nagan Raya Setelah Pencaharian Selama 3 Hari
- WALHI Aceh: Ada 5 Perusahaan yang Dapat Proper Merah di Aceh
- WALHI Aceh: Belum Ada Upaya Konkrit Pemkab Aceh Singkil Selesaikan Masalah HGU PT Delima Makmur