kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / SE Kapolri Terkait UU ITE, AJI Banda Aceh Minta Pasal Karet Dihapus

SE Kapolri Terkait UU ITE, AJI Banda Aceh Minta Pasal Karet Dihapus

Rabu, 24 Februari 2021 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Kepala Divisi Advokasi AJI Kota Banda Aceh, Juli Amin. [Dok. FB Pribadi]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Banda Aceh, Juli Amin mengapresiasi kebijakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Listyo Sigit Prabowo, Surat Edaran (SE) terkait penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan pendekatan restorative justice.

“Tentu mengapresiasi poin dalam Surat Edaran ini. Bahwa hukum pidana dijadikan upaya terakhir dalam melakukan penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice, khususnya para pihak yang memutuskan untuk mengambil langkah damai,” kata Juli Amin saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (24/2/2021).

Namun kendati demikian, lanjut dia, pedoman tersebut mengecualikan perkara-perkara yang dinilai berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme.

Ia menjelaskan, untuk menginterpretasikan dan menilai sebuah ekspresi jika dikualifikasikan sebagai tindak pidana sangat sulit untuk dilakukan. Penilaian atas sebuah ekspresi yang dianggap berpotensi memecah belah bangsa, SARA, radikalisme, dan separatisme akan sangat subjektif dan berpotensi samar-samar penilaiannya. 

Hal tersebut, kata dia, bisa membuat terbukanya potensi ruang baru atas potensi kriminalisasi yang dapat menyasar ke siapa saja. Ketentuan tersebut, sambung dia, justru menjadi bertentangan dengan tujuan Surat Edaran (SE) Kapolri ini yang mana menegakkan hukum dengan mengedepankan semangat restorative justice.

Berkaitan dengan Undang-undang ITE dan SE Kapolri, Juli Amin mengatakan, pihak Aliansi Jurnalis Independen bukan hanya menginginkan upaya mediasi, akan tetapi pasal-pasal yang bisa menjerat orang bisa bebas berekspresi di UU ITE untuk dihapuskan.

“Artinya, kalau bicara hanya mediasi dan sekedar tidak ditahan, kan kasusnya itu tetap berjalan,” jelasnya. 

Karena, sambung dia, risikonya UU ITE ini bukan hanya kepada para wartawan saja tapi juga bagi masyarakat pada umumnya.

Juli mengabarkan, pihak AJI secara keorganisasian menolak UU ITE jauh-jauh hari sejak masih dalam rancangan dan pembahasan.

“Satu sisi, kita dikatakan oleh Undang-undang bebas untuk berekspresi atau bebas dalam menyampaikan pendapat. Tapi di sisi lain, kemudian kita dihadang oleh UU ITE ini. Justru, inilah yang tidak kita sukai dari awal sebenarnya,” kata Juli.

Juli mengatakan, selain AJI Indonesia terdapat juga koalisi masyarakat sipil lainnya yang tergabung bersama-sama menolak UU ITE, di antaranya ialah LBH Pers, SAFEnet, YLBHI, ICJR, IJRS, ELSAM, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, Greenpeace Indonesia, KontraS, Amnesty International Indonesia, PUSKAPA UI, Imparsial, AJI Indonesia, PBHI, Rumah Cemara, Koalisi Perempuan Indonesia, ICW, LeIpP, dan WALHI.

Oleh karena itu, Juli mengharapkan supaya presiden juga ikut melibatkan koalisi masyarakat sipil tadi untuk digabungkan dalam pembahasan atau dengar pendapat terhadap pengkajian revisi UU ITE yang baru-baru ini digagas oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).

“Kita minta kepada presiden ketika nanti direvisi, bukan hanya merevisi saja tapi bisa menghapuskan pasal-pasal itu (Pasal Karet). Penghapusan pasal yang memang dapat menjerat sejenis pencemaran nama baik,” ungkapnya.

Adapun tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE aturan mengenai ancaman hukuman penjaranya adalah maksimal 4 tahun dan tidak merupakan bagian dari pasal-pasal sebagaimana diatur dalam pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP. 

Sehingga, kata dia, sejak awal tindak pidana pencemaran nama baik memang tidak dilakukan penahanan, kendatipun terdapat ketentuan syarat subjektif pada pasal 21 ayat (1) KUHAP.

“Oleh karena itu tanpa pedoman dalam SE Kapolri tersebut sejak awal pengaturan mengenai tindak pidana pencemaran nama baik jika merujuk ketentuan pasal 21 ayat (4) memang tidak dilakukan penahanan,” pungkas Juli.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda