Safrizal : Perlindungan Tenaga Kesehatan Terancam karena UU Omnibus Law
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizky
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Aceh, DR. dr. Safrizal Rahman
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Aceh, DR. dr. Safrizal Rahman sebut Tenaga Kesehatan terancam perlindungannya karena muncul Undang-Undang Omnibus law Kesehatan, juga masyarakat Aceh mengalami dampak negatifnya.
Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law sebagai usul inisiatif DPR. RUU tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal, yang setidaknya mengatur 14 hal.
RUU Omnibus Kesehatan diklaim hadir dalam rangka menjamin hak warga negara untuk mewujudkan kehidupan yang baik dan sehat sejahtera lahir dan batin. Sebab, pembangunan kesehatan masyarakat didasarkan pada tiga pilar, yakni paradigma sehat, pelayanan kesehatan, dan jaminan kesehatan nasional.
UU Omnibus law Kesehatan sama dengan Omnibuslawa pada umumnya, hanya saja pemerintah memodifikasi pasal-pasal yang ada, kemudian mentransformasi di bidang kesehatan.
Menurut Organisasi Profesi, ini dilakukan secara tergesa-gesa dalam waktu relatif singkat tanpa melibatkan Organisasi Profesi dalam penyusunannya. Uniknya, banyak permasahan yang muncul dari perancangan UU tersebut, bahkan rancangan UU dapat melemah bidang kesehatan bukan malah lagi melindungi.
Oleh karena itu, Safrizal juga menyampaikan, saat ini muncul kontroversi dari berbagai pihak, baik Dokter, Perawat, Apoteker, dan lainnya. Tidak hanya itu, ia juga menyebut, ada beberapa poin yang mungkin bisa berpengaruh bagi masyarakat Aceh, diantaranya adalah hilangnya pembiayaan kesehatan dalam UU tersebut karena pada UU sebelumnya disebutkan bahwa pemerintah menyediakan 10% dari APBN untuk biaya kesehatan. Namun pada UU ini hilang.
Kita sangat khawatir tentu saja yang nantinya persentase biaya kesehatan ini akan turun. Hal ini berdampak bagi masyarakat karena sebelumnya mereka sudah terbiasa untuk mendapatkan layanan kesehatan atau asuransi yang memang menjadi tanggungan pemerintah.
Di sisi lain juga, ini akan berpengaruh pada risiko medis dan malpraktik. Risiko medis adalah tindakan dokter yang tidak dikehendaki pasien di mana akibat dari tindakan tersebut telah diprediksi dari awal oleh dokter sebelum tindakan medik dilakukan. Sementara itu, Malpraktik dokter adalah semua tindakan dokter yang melawan hukum dan memenuhi unsur-unsur kesalahan dalam hukum pidana serta tidak ada alasan pemaaf atas perbuatan yang dilakukannya.
Ketika seseorang bukan ahlinya melakukan praktik yang tidak menjadi kompetensinya. Kejadian tersebut dikagetkan seperti di Bali, ada seorang Dokter Gigi yang melakukan aborsi. Itu Malpraktik, bukan keahliannya.
Hari ini di rancangan UU sudah dibuat yang barangkali dengan pengetahuannya, kalau diduga dia melakukan suatu kesalahan maka dia dihukum penjara.
"Jadi, pada UU sebelumnya tidak ada, Dokter itu hanya menyembuhkan, tetapi Allah Swt. yang berkehendak," ucapnya dalam video yang dikutip Dialeksis.com pada kanal Youtube Djatifm, Kamis (18/5/2023).
Ini sebenarnya yang tidak kita setuju, pada UU dulu di sengketa medis maka wajib dilakukan secara mediasi, namun di UU sekarang hanya alternatif, tidak perlu mediasi pun bisa. Ini adalah upaya-upaya untuk menyebabkan Dokter menjadi dipensif.
Ditambah lagi, UU sekarang menyebutkan bahwa rumah sakit tidak boleh dituntut atas upaya penyelamatan pasien. Jadi, kalau ada permasahan-permasalahan komplain dari masyarakat cenderung Dokter, Tenaga Medis, dan Tenaga Kesehatan yang disalahkan.
"Ini yang tidak adil, secara tenaga kita dipakai tapi rumah sakit dibebaskan, sebenarnya inilah yang harus ditekankan biar dilakukan pendekatan secara adil dan benar," tutupnya.