Beranda / Berita / Aceh / RPuK Minta Penyidik Harusnya Tak Gunakan Qanun Jinayah untuk Kasus Pemerkosaan Pesulap Hijau

RPuK Minta Penyidik Harusnya Tak Gunakan Qanun Jinayah untuk Kasus Pemerkosaan Pesulap Hijau

Jum`at, 28 Oktober 2022 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Pelaku pencabulan wanita di Pidie berkedok agama. [Foto: ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK) menyatakan, seharusnya kepolisian tidak menggunakan Qanun Jinayah dalam memproses hukum Bakhtiar, alias dukun pesulap hijau yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap pasien perempuan yang berobat padanya di Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie. 

Sekretaris Eksekutif RPuK, Badriah A Taleb mengatakan, saat ini kita telah memiliki UU RI Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang disahkan pada 9 Mei lalu.

“UU TPKS lebih komprehensif dan sangat detil dalam mengatur dan mendefinisikan berbagai jenis dan modus praktek kekerasan seksual, dan juga hukumannya lebih tinggi,” kata Badriah dalam keterangan tertulis kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (28/10/2022).

Menurut Badriah, pada kasus ini pelaku bisa dikenakan Pasal 6C UU TPKS yang berbunyi ‘Setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaran atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)’.

Pada UU TPKS, kata Badriah, hukumannya tidak dipisah hanya pidana penjara atau pidana denda, tetapi hakim bisa menggabung kedua hukuman tersebut. UU ini juga mengatur pemulihan fisik dan non fisik terhadap korban yang melibatkan berbagai instansi terkait.

Menurut Badirah, hal ini berbeda dengan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat yang hanya mengatur tentang hukuman terhadap pelaku tanpa memikirkan upaya yang perlu dilakukan untuk pemulihan korban.

“Apalagi kalau pelaku hanya dikenai hukuman cambuk, yang kita tahu sesaat setelah hukuman dia bisa kembali lagi ke lingkungannya dan itu berdampak terhadap trauma korban,” ungkap Badriah.

“Karena itu, seharusnya kepolisian menggunakan UU TPKS dalam menangani kasus ini untuk menjamin adanya pemulihan terhadap korban sekaligus menghukum pelaku dengan hukuman yang lebih berat,” pungkasnya.(Akh)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda