DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh mencatat pencapaian signifikan dalam sektor perumahan dengan membangun sebanyak 39.685 unit rumah layak huni (RLH) sejak tahun 2008 hingga 2024. Pembangunan rumah ini tersebar di berbagai kabupaten/kota dan menjadi bagian dari upaya jangka panjang pemulihan pascatsunami serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Data tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh, T Aznal Zahri, saat menerima kunjungan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman RI, Fahri Hamzah, di Kantor Gubernur Aceh, Kamis (19/6/2025).
“Program pembangunan RLH ini merupakan kelanjutan dari upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pascatsunami 2004. Pemerintah Aceh secara konsisten melanjutkan komitmen menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat,” ujar Aznal.
Bagian dari Upaya Rehabilitasi Jangka Panjang
Pasca tsunami 2004, pembangunan perumahan di Aceh menjadi perhatian global. Melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), lebih dari 100.000 unit rumah dibangun, didukung komitmen dana internasional senilai 6,7 miliar dolar AS.
Namun demikian, kebutuhan perumahan rakyat belum sepenuhnya terpenuhi. Hingga kini, masih terdapat sekitar 1.500 mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang belum mendapatkan rumah.
Untuk tahun 2025, Pemerintah Aceh telah mengalokasikan anggaran Rp 204 miliar guna membangun 2.000 unit RLH. Meski semula ditargetkan 3.000 unit, hasil verifikasi menunjukkan hanya 1.470 calon penerima yang dinilai memenuhi syarat administratif dan kepemilikan lahan.
“Verifikasi kami perketat agar bantuan tepat sasaran. Ini penting agar program tidak hanya selesai di atas kertas, tapi benar-benar dirasakan masyarakat,” kata Aznal.
Dukungan Pemerintah Pusat
Wakil Menteri Fahri Hamzah menyatakan kesiapan pemerintah pusat untuk mendukung penuh program perumahan di Aceh, khususnya untuk masyarakat miskin ekstrem (desil 1).
“Kami butuh data terperinci. Yang terpenting, calon penerima harus memiliki tanah yang sah agar bantuan rumah tidak bermasalah di kemudian hari,” ujar Fahri, yang didampingi Sesditjen Perumahan Perdesaan, Dr Nasrullah, dan Direktur Keterpaduan Infrastruktur Permukiman, R An Andri Hikmat.
Fahri menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 40 triliun secara nasional untuk program renovasi perumahan, dengan dua fokus utama: perbaikan rumah keluarga miskin ekstrem dan peningkatan kualitas kawasan permukiman, termasuk sanitasi dan pengelolaan sampah.
Aceh Jadi Model Nasional
Dalam kunjungan tersebut, Fahri memuji Aceh sebagai daerah dengan pengalaman rekonstruksi perumahan terbesar di dunia. Menurutnya, pengalaman Aceh pascatsunami bisa dijadikan model dalam pembangunan perumahan di daerah lain.
“Sebanyak 140.000 rumah telah dibangun di Aceh setelah tsunami. Ini jauh lebih besar dibanding Jepang yang hanya membangun 90.000 unit pascaperang dunia. Aceh punya pengalaman luar biasa,” katanya.
Ke depan, pemerintah pusat juga tengah merancang pembangunan rumah vertikal di sejumlah kota, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menanggulangi krisis hunian dan keterbatasan lahan.
Komitmen Penataan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem
Fahri menegaskan bahwa pemerintah pusat berkomitmen untuk memastikan rumah-rumah yang dibangun tetap layak huni dan lingkungan sekitarnya tertata, bukan sekadar bangunan fisik yang dibiarkan kumuh.
Ia juga menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem secara nasional pada 2026, dan meminta Aceh ikut mempercepat pemutakhiran data serta sinkronisasi program bantuan.
“Tujuan akhir kami adalah memastikan rakyat tinggal di tempat yang layak, sehat, dan bermartabat,” tutup Fahri.[*]