kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Ria Irawan di Mata Eks Relawan Stunami Aceh

Ria Irawan di Mata Eks Relawan Stunami Aceh

Selasa, 07 Januari 2020 13:07 WIB

Font: Ukuran: - +

Ria Irawan berfoto bersama Yana Zein. (Foto: Fanny Kusumwardhani/kumparan)


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Artis Ria Irawan meninggal dunia kemarin, Senin (6/1/2020) di RSCM, Jakarta. Perempuan berusia 50 tahun itu menutup mata setelah berjuang melawan kanker stadium 4. Jenazah Ria bakal dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Bagi masyarakat Aceh, sosok Ria bukanlah orang asing, terlebih bagi relawan tsunami dan korban tsunami. Pada minggu pertama pasca gelombang raksasa itu menghantam daratan Aceh, Ria telah hadir. 

"Almarhumah termasuk orang pertama yang hadir bersama Nurul Arifin bersama beberapa teman-temannya yang lain. Mereka bergabung dalam koalisi masyarakat sipil bencana Aceh. Koalisi ini sendiri di organisir oleh Yayasan Rumoh Kita dan bergabung dengan kita di posko Forum LSM," ungkap Teuku Ardiansyah, rekan Ria Irawan saat menjadi relawan stunami di Aceh.

Menurut Ardi, pada saat minggu-minggu pertama tsunami terjadi, hal yang paling sulit didapat adalah obat-obatan. Mengetahui hal tersebut, lanjut Ardi, Ria bersama teman-temannya menggalang kebutuhan yang dibutuhkan (obat-obatan) melalui jaringan pilot dan pramugari pesawat.

"Saat itu kita kaget, tiba-tiba didatangi pilot dan pramugari yang membawa box dan tas yang penuh dengan obat yang dibutuhkan. Kita bingung, dari mana ini. Ternyata dari bantuan dari masyarakat yang di organisir Ria dan kawan-kawan. Jadi kita dibantu suplai obat-obatan di awal," kenang Ardi.

Pria yang juga dikenal sebagai praktisi konsultan perencanaan strategis ini mengatakan sikap 'apa adanya' dan kesederhanaan Ria juga terlihat pada perilaku kesehariannya bersama teman-teman relawan. Meskipun dirinya seorang artis, kata Ardi, Ria tidak terlihat canggung kala terlibat dalam kerja-kerja kemanusiaan yang dilakukan. Selain itu, Ria juga memiliki sensitifitas dan kepekaan yang tinggi melihat lingkungan sosial.

"Waktu itu kan relawannya banyak. Tempat untuk tidur pun gak jelas. Suatu hari, sebuah truck datang ke posko membawa tenda tutup pesawat. Kan besar betul itu. Tenda itulah yang kita gunakan untuk tidur dan istirahat bagi relawan. Selidik punya selidik, ternyata tenda itu inisiatif dari Ria. Ini diluar ekspektasi kami. Padahal kita gak minta apapun," tutur dia.

Hadirnya Ria dalam penanggulangan musibah tsunami di Aceh, lanjut dia, sangat membantu bagi kerja-kerja relawan. Bahkan, sampai hal terkecil pun.

"Sempat saat itu masuk bantuan beras 100 ton. Dia juga ikut mengangkat dan menurunkan. Bersama Nurul Arifin, Ria juga ikut bantu-bantu masak di dapur umum," tukasnya.

Ardi melanjutkan, selama dua minggu di Aceh, tidak terlihat sekat dan batas antara Ria dengan relawan lainnya.

"Tidurnya sama dengan relawan lainnya, tidur diteras hanya menggunakan tikar, biasa saja. Dia juga aktif terlibat asessment (mendata) kebutuhan pengungsi dilapangan. Ikut angkat beras, indomie dan bantuan lain ke mobil, terus dia antar sendiri ke pengungsi," ujar dia.

Bagi Ardi dan teman-temannya, kehadiran Ria saat itu sangat membantu. 

"Jadi aku sangat berterima kasih lah waktu itu atas bantuan almarhumah. Beberapa aspek penting yang tidak terbayangkan seperti obat-obatan. Karena obat yang dibutuhkan bukan hanya berbentuk pil, tapi juga obat suntik atau vaksin yang sangat sulit didapat saat itu," kata Ardi.

Seperti yang diketahui, ada tahun 2009, Ria didiagnosis terkena kanker getah bening.

Sempat dinyatakan sembuh, tetapi kanker getah bening yang diidap Ria kembali aktif.

Ria kembali menjalani pengobatan sejak September 2019 lalu. Namun, kondisi Ria semakin memburuk hingga dirinya mengembuskan napas terakhir pada Senin (6/1/2020) pagi.

Selamat Jalan Ria Irawan.



Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda