Respon Aktifis dan Ormas Terkait Pendidikan di Aceh
Font: Ukuran: - +
Kolase Antara Ketua BEM FKIP, Viki Nur Hakim dan Sekjen Gerakan Tititpan Rakyat (GeTAR) Aceh, Teuku Izin [Foto: Kolase/Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguguran dan Ilmu Pendidikan (BEM FKIP) Universitas Syiah Kuala menegaskan sebaiknya Gubernur Aceh mengganti Kepala Dinas Pendidikan Aceh dan Mencopot Kabid GTK yang telah mengeluarkan statemen memperkeruh konflik antara Gubernur Aceh dan Universitas Syiah Kuala.
"Tidak seharusnya Muksamina memojokkan FKIP USK hanya untuk membantah Rektor. Rektor bicara berdasarkan data, Muksamina berdasarkan apa?" ujar Ketua BEM FKIP, Viki Nur Hakim, Kamis (1/7).
Menurut Viki, pendidikan seharusnya menjadi patokan yang harus ditingkatkan oleh Dinas Pendidikan Aceh jangan dijadikan lahan adu argumen. Dinas Pendidikan harus membuktikan kalau pendidikan Aceh tidak berjalan di tempat, bukan malah ajak berdebat yang terkesan antikritik.
Viki menjelaskan, data yang dirilis Lembaga Tes masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) hasil ujian evaluasi berbasis Komputer seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (UTBK) SBMPTN di pulau Sumatra, Aceh tercatat satu-satunya dengan hasil terendah.
"Aceh diberikan dana Otonomi Khusus (Otsus) berlimpah ruah. Kepala Dinas Pendidikan Aceh mengaku anggaran pendidikan Aceh tahun 2021 mencapai Rp3,5 Triliun. Seharusnya dengan dana yang sebesar itu Aceh sudah mampu membenahi dirinya dalam pendidikan. Jangan hanya membangun sektor pendidikan dari sisi fisik, tapi juga kualitas guru dan siswa," kata Viki.
Viki menjelaskan, jumlah siswa Aceh yang lulus SNMPTN dan SBMPTN harus dilihat dari sisi keseluruhan, bukan hanya hitungan angka.
"Sebenarnya siswa Aceh yang lulus do PTN itu berada di bawah Papua. Papua jumlah penduduk lebih sedikit, tapi mampu meluluskan siswanya di PTN bergengsi dengan pilihan pavorit. Siswa Aceh yang lulusannya melimpah lulusnya di PTN dengan Prodi pavorit berapa coba? Jadi, jangan ngawur Plt. Kabid GTK Dinas Pendidikan Aceh," tutup Viki.
Sementara Itu, Sekjen Gerakan Tititpan Rakyat (GeTAR) Aceh, Teuku Izin, menegaskan Universitas Syiah Kuala (USK) tidak bisa melepas tanggungjawab dalam proses pembangunan pendidikan Aceh.
Hal itu disampaikan Teuku Izin menyangkut pernyataan Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Samsul Rizal yang mengatakan kualitas pendidikan di daerah berjuluk serambi mekkah sangat rendah, hal itu merujuk pada kesalahan pemerintah dalam pengelolaannya.
"Universitas Syiah Kuala merupakan kawah candradimuka atau wadah tempat melatih lulusan para calon guru dan guru yang selama ini mengajar dan memberikan pendidikan kepada siswa/i di seluruh Aceh," ungkapnya.
Dalam keterangan tertulisnya, Teuku Izin menerangkan, jika ingin saling menyalahkan dalam persoalan kualitas pendidikan di Aceh, maka USK adalah pihak yang paling layak untuk disalahkan.
“Universitas Syiah Kuala merupakan salah satu Perguruan Tinggi yang melahirkan sarjana-sarjana yang selama ini menjadi para pendidik yang mengajar di berbagai sekolah di Aceh dari jenjang SD, SMP hingga SMA,” ujar Teuku Izin, Kamis (1/7/2021).
Karenanya, lanjut Izin, jika ingin menuding satu sama lain, tentu semua pihak akan mempertanyakan sejauh mana kualitas pendidik yang dihasilkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dari USK yang selama ini menjadi guru di hampir seluruh sekolah di Aceh.
"Jika merujuk pada banyak aspek, guru yang baik akan menghasilkan para peserta didik yang baik pula, tentu hal itu juga didukung oleh faktor-faktor lainnya. Tapi, kualitas guru juga sangat menentukan kualitas murid,” Tegas Apung, sapaan karib Teuku Izin.
Nah, jika itu dijadikan dasar penilaian, maka sudah sepantasnya juga dipertanyakan sejauh mana kualitas para sarjana pendidikan yang disiapkan oleh USK. Sebab, merekalah yang selama ini menjadi pengajar di banyak sekolah di provinsi ini.
Namun tentu, untuk saat ini tidak baik saling menuding dan menyalahkan. Karenanya GeTAR mengajak Pemerintah Aceh dan USK, saling berkolaborasi dan bersinergi untuk bekerjasama meningkatkan kualitas pendidikan di Aceh dengan menyusun program dan metode pengajaran yang lebih baik.
“Kerjasama dan kolaborasi antara Pemerintah Aceh dan USK menjadi penting, agar kedepannya dihasilkan metode pengajaran yang efektif, dan juga dapat menghasilkan para sarjana-sarjana pendikan yang berkuaitas,” tukasnya lagi. (*)