Beranda / Berita / Aceh / REI Aceh: Jangan Paksa Satu Model Bank, Masyarakat Butuh Lapangan Kerja

REI Aceh: Jangan Paksa Satu Model Bank, Masyarakat Butuh Lapangan Kerja

Sabtu, 02 Januari 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora
Ketua DPD REI Aceh, Muhammad Noval. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Aceh selaku wadah bagi pengusaha properti yang bergerak di bidang perumahan secara tegas meminta kepada Gubernur Aceh untuk menunda pelaksanaan konversi bank konvensional ke syariah.

Organisasi pengusaha properti tersebut menaruh keprihatinan serius terhadap keresahan dunia usaha akibat ditutupnya bank konvensional di Aceh.

“Semua jadi melambat, seharusnya para pakar perbankan atau para tokoh-tokoh jangan terlalu memaksa dengan satu model bank. Sekarang semua jadi melambat, masyarakat Aceh butuh lapangan kerja,” ujar Ketua DPD REI Aceh, Muhammad Noval saat dihubungi Dialeksis.com, Sabtu (2/1/2021).

Menurutnya, masyarakat Aceh membutuhkan industri, setiap tahun ribuan lulusan SMA dan Sarjana di Aceh kebingungan mau bekerja di mana. Saat ini, semua pihak harus berfikir realistis dalam kondisi pandemi Covid-19 ini.

"Seharusnya, pemerintah lebih fokus terhadap usaha-usaha UMKM agar terus bisa bertahan walau dalam situasi pandemi Covid-19 yg telah memporak porandakan ekonomi dunia," ungkap Noval.

“Banyak usaha-usaha di Aceh gulung tikar, Jangan sampai gara-gara kemiskinan melanda Nanggroe Aceh ada masyarakat Aceh yang murtad pindah agama akibat kemiskinan melanda masyarakat kita. Contoh kasus ada orang Aceh pindah agama bahkan sempat viral, jangan sampai terjadi lagi,” tegasnya.

Dalam kurun waktu 4 tahun, DPD REI Aceh telah berhasil membangun perumahan subsidi lebih 11.000 unit yg tersebar hampir seluruh kabupaten kota. Banyak usaha-usaha kecil bergantung diri pada industri properti yang sedang dibangunnya mulai usaha batu bata, usaha galian C Pasir batu gunung dan tanah timbun.

“Usaha kosen pintu, panglong kayu termasuk ribuan tukang sangat bergantung dengan usaha perumahan, termasuk tenaga marketing dan agen perumahan ikut bergantung pada bisnis perumahan tersebut,” sebutnya.

Pandemi Covid-19 melanda Indonesia telah membuat dunia usaha guncang, termasuk usaha perumahan di Aceh mengalami goncangan hebat bahkan ada beberapa pengembang Real Estate sudah mulai melambat bahkan nyaris macet.

“Kami berharap para tokoh dan pengamat perbankan syariah lebih jernih melihat persoalan, sesekali para pakar harus terlibat aktif dalam dunia usaha sehingga mereka bisa merasakan bagaimana kesulitan yg dialami oleh para pelaku usaha,” harapnya.

“Orang-orang terlalu pinter bicara, mengusul ini mengusul itu, mengurus kebutuhan telor saja untuk kebutuhan masyarakat sehari hari belum mampu. Sampai sekarang telor masih di pasok dari Medan,” tambahnya.

Belum lagi persoalan harga daging yang harga jauh sangat tinggi dibandingkan dengan kota-kota lain seperti Medan dan provinsi lain.

“Tanpa bermaksud memprotes pendapat para ahli, kami dari dunia usaha di Aceh sudah dibuat lelah dengan qanun-qanun selama ini,” ungkapnya.

Menurutnya, di Aceh terlalu banyak orang pintar, semakin banyaknya orang-orang pintar akhirnya tidak ada satupun investasi yang berjalan. Dunia usaha butuh gebrakan dari pemerintah dalam upaya mendorong agar para investor berlomba-lomba masuk ke Aceh seperti kawasan Indonesia Timur.

“Agar anak-anak dan pemuda Aceh mendapat pekerjaan yang layak sehingga bisa menekan angka penceraian usia muda dan menekan peredaran Narkoba di Aceh,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda