Rehab Krueng Pasee Terbengkalai, Pj Bupati Aceh Utara Dinilai Gagal Tangani Kemiskinan Ekstrem
Font: Ukuran: - +
Reporter : Rizkita Gita
Irigasi Krueng Pasee, Kabupaten Aceh Utara. [Foto: dokumen untuk Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Masyarakat Aceh Utara menilai masa kepemimpinan Pj Bupati Mahyuzar, gagal menangani kemiskinan ekstrem yang terjadi di bekas wilayah Kerajaan Islam Samudera Pasai itu.
Pasalnya hingga saat ini petani yang bergantung dengan aliran irigasi Krueng Pasee, Kabupaten Aceh Utara tidak bisa turun ke sawah sejak pembangunan sejak tahun 2021 hingga kini belum rampung dikerjakan.
Menurut Tokoh masyarakat Aceh Utara Haji Muhammad Yusuf Hasan menilai Pj Mahyuzar telah gagal memimpin Aceh Utara. Dampak dari pembangunan itu 9 kecamatan di Aceh Utara tidak bisa ke sawah. Padahal bertani itu satu-satunya mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Ini salah satu kegagalan Pj Mahyuzar memimpin Aceh Utara. Jika kondisi seperti ini bagaimana menangani kasus kemiskinan ekstrim di Aceh Utara,” kata HM Yusuf Hasan kepada Dialeksis.com, Jumat (6/9/2024).
Kata HM Yusuf Hasan, proyek rehab Bendung Daerah Irigasi Krueng Pasee bukanlah wewenang Pemkab Aceh Utara, namun sebagai kepala daerah yang telah ditugaskan, maka sudah seharusnya Pj Mahyuzar melakukan berbagai upaya atau lobi ke pemerintah pusat agar Bendung Krueng Pasee segera diselesaikan.
"Pak Mahyuzar ini kan orang pusat yang ditugaskan kesini, sudah pasti memiliki relasi yang luas di kementerian. Namun, setahun lebih sudah menjabat sebagai Pj Bupati Aceh Utara masih tidak mampu menyelesaikan persoalan besar yang menjadi momok warga di sembilan kecamatan terdampar Bendung Krueng Pasee,"ujarnya.
Sebelumnya, kata Yusuf Hasan, Pemkab Aceh Utara menerima Anugerah Serambi Award 2024 karena dinilai sukses mengurangi angka kemiskinan ekstrem, tapi kenyataannya kemiskinan masih terus menggerogoti warga Aceh Utara, terutama warga sekitar daerah irigasi Krueng Pasee.
"Seharusnya anugerah award yang diberikan tersebut bukan karena sukses mengurangi angka kemiskinan ekstrem, tapi anugerah karena sering dinas luar daerah. Bahkan jarangnya Pj Mahyuzar berada di Aceh Utara juga sudah menjadi perhatian dari para anggota dewan beberapa waktu lalu," cetusnya.
Perlu diketahui, kata HM Yusuf Hasan, pembangunan Bendungan Krueng Pase yang mangkrak tersebut mengakibatkan petani di sembilan kecamatan tidak dapat bertani.
“Kondisi Bendungan Krueng Pase yang mangkrak sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat di sembilan kecamatan baik di Kabupaten Aceh Utara maupun Kota Lhokseumawe, mengingat mata pencaharian warga setempat adalah dari sektor pertanian,” kata HM Yusuf Hasan.
Akibat mangkraknya proyek tersebut, kata HM Yusuf Hasan, ribuan nasib petani yang ada di delapan kecamatan di wilayah Aceh Utara yakni Kecamatan Matangkuli, Tanah Luas, Nibong, Meurah Mulia, Syamtalira Aron, Samudera, Syamtalira Bayu dan Tanah Pasir serta Kecamatan Blang Mangat di Kota Kota Lhokseumawe harus menelan pil pahit.
Dikatakan HM Yusuf Hasan, proyek Bendungan Krueng Pase yang berada di perbatasan Desa Leubok Tuwe Kecamatan Meurah Mulia dan Desa Maddi Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara tersebut sudah mulai dibangun sejak Oktober 2021.
Namun, hingga bulan Mei 2023 proyek multiyears atau tahun jamak tersebut yang di tender Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh pada tahun 2021 dengan nilai kontrak Rp 44.8 miliar dengan bersumber dana dari APBN itu masih mangkrak dan terkesan adanya pembiaran hingga sebanyak 8.922 hektare sawah tidak dapat digarap.
“Pembangunan perbaikan Bendungan Krueng Pase pasca banjir besar melanda Aceh Utara pada tahun 2021 lalu hingga kini belum rampung dikerjakan, bahkan proyek tersebut sempat dihentikan akibat kontraktor pelaksana tidak mampu menyelesaikan pembangunan tersebut,” ujarnya.
Dikatakan HM Yusuf Hasan, Balai Irigasi Wilayah Sungai Sumatera Wilayah Aceh harus segera mungkin mempercepat pengerjaan bendungan Krueng Pase agar dapat difungsikan oleh petani di sembilan kecamatan.
“Kepala satuan kerja Balai Irigasi Sumatera Wilayah Aceh telah memutuskan kontrak pada akhir maret 2023 dengan PT. Rudi Jaya Jawa timur, sebagai Rekanan pada Proyek Pengerjaan Bendungan Krueng Pase, pemutusan kontrak akibat tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal yang tertuang dalam kontrak kerja yang disepakati,” katanya.
Menurut HM Yusuf Hasan, hal tersebut sangat merugikan masyarakat petani di delapan Kecamatan di Aceh Utara dan satu kecamatan di Kota Lhokseumawe.
“Petani di kawasan ini sudah tiga tahun tidak bisa turun ke sawah akibat lambatnya pembangunan bendungan tersebut yang tidak sesuai dengan kontrak,” katanya.
Kendati demikian, HM Yusuf mendorong Pj Bupati Aceh Utara untuk mengawasi Balai Irigasi BWS agar mempercepat proses kontrak baru dengan perusahaan yang profesional dan bertanggung jawab, sehingga tahun ini bendungan tersebut bisa diselesaikan dan masyarakat dapat kembali turun ke sawah sesuai harapan.
“Sangat disayangkan proyek tersebut hanya 16 persen saja yang baru dikerjakan selama tiga tahun dari kontrak tahun jamak dengan nilai total kontrak Rp44 miliar. Kondisi ini sangat merugikan warga di kawasan tersebut yang rata-rata mata pencahariannya sebagai petani,” pungkasnya.
HM Yusuf Hasan menyayangkan mangkraknya proyek pembangunan bendungan Krueng Pass yang dinilai lemahnya pengawasan pemerintah pusat, khususnya Pemerintah Aceh.
“Proyek ini mangkrak karena lemahnya pengawasan pemerintah termasuk pemerintah daerah, sehingga proyek pembangunan bendungan Krueng Pase yang sudah berjalan tiga tahun baru dapat diselesaikan sekitar 16 persen,” ujarnya.
HM Yusuf Hasan menambahkan, peran dan ketegasan pemerintah sangat diperlukan agar kontraktor-kontraktor yang bermasalah atau nakal tidak dapat semena-mena untuk ikut tender proyek.
“Jika terus dibiarkan, maka masyarakat yang pastinya akan menjadi korban dari kontraktor nakal tersebut,” pungkasnya. [rg]