Beranda / Berita / Aceh / Refleksi 15 Tahun Perdamaian Aceh, Ampon Man: Aceh Masih Belum Bergerak Banyak

Refleksi 15 Tahun Perdamaian Aceh, Ampon Man: Aceh Masih Belum Bergerak Banyak

Kamis, 03 Desember 2020 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
Mantan Juru Runding GAM, Teuku Kamaruzzaman alias Ampon Man. [Foto: Akhyar/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Selang 15 tahun paska perdamaian MoU Helsinki antara Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Aceh bersama Pusat Riset Perdamaian dan Resolusi Konflik (PRPRK) dan Analisa Demokrasi Institute (ADI) menggelar Focus Group Discussion (FGD).

FGD bertemakan Refleksi 15 Tahun Perdamaian Aceh "Peta Kondisi Terkini Ekososbudhamkam Pasca Perdamaian" tersebut difasilitator oleh Dr Otto Syamsuddin Ishak, berlangsung di Lambada Coffee, Banda Aceh, Kamis (3/12/2020).

Turut hadir berbagai narasumber dari instansi kepemerintahan Aceh, akademisi, dan mantan GAM.

Usai FGD tersebut, Dialeksis.com berkesempatan melakukan wawancara dengan mantan Juru Runding GAM, Teuku Kamaruzzaman atau yang akrab disapa Ampon Man.

"Perdamaian Aceh untuk saat ini masih belum bergerak banyak. Kewenangan-kewengan Aceh dalam konteks regulasi masih belum terpenuhi semuanya," ujar Ampon Man.

Ia melanjutkan, Aceh setelah perdamaian MoU Helsinki harusnya sudah dapat mensejahterakan rakyatnya. Namun pada kenyataannya masih jauh dari kata sejahtera.

"Ada sebuah kompensasi pemberian dana Otonomi Khusus (Otsus) yang besar untuk Aceh, tetapi dari dana itu masih belum mensejahterakan rakyat Aceh," tambahnya.

Ampon Man mengatakan, refleksi Aceh selama 15 tahun paska perdamaian masih menyisakan tugas dan kewajiban pemerintah daerah dalam membina kesejahteraan rakyat Aceh.

Selain itu, Ampon Man berpendapat, aspek permasalahan Aceh yang paling besar untuk saat ini terdapat pada ekonominya.

"Kalau kita bilang Mou Helsinki itu 70 persen isinya membahas ekonomi, sedikit sekali membahas tentang pemerintahan maupun politik. Namun secara implementasi terdapat ketidaksesuaian," tutur Ampon Man.

Dalam aspek implementasinya, Ampon Man berpesan kepada Pemerintah Aceh dan DPRA untuk terus melakukan regulasi-regulasi lanjutan agar kewenangan yang sudah diberikan dalam UU itu bisa terlaksanakan di Aceh.

Ampon Man juga menyayangkan Pemerintah Aceh dan DPRA yang tidak mengindahkan kewenangan pelaksanaan UU di Aceh. "Kita lihat usaha-usaha kepada itu oleh DPRA dan Gubernur Aceh, itu tidak dilakukan," ucapnya.

Mantan Juru Runding GAM itu menghadirkan dua solusi terhadap permasalahan yang telah disebutkan di atas. Pertama, Pemerintah Aceh dan DPRA mesti bekerja keras untuk mengimplementasikan semua kewenangan yang sudah ada dalam MoU dari aspek teknis pelaksanaanya.

"Ketika transformasi aktivitas ekonomi ini ada di Aceh, Aceh pasti sejahtera," ungkapnya.

Kedua, harus ada upaya dari para pihak untuk membuat sebuah regulasi baru turunan dari MoU atau UUPA yang bisa diterjemahkan oleh pemerintah Aceh ke depannya.

"Sebenarnya Undang-Undang sudah memberikan kewenangan yang besar dalam UUPA, tetapi perlu regulasi lanjutan dan itu tugasnya Gubernur Aceh dan DPRA," jelasnya.

Selain itu, Ampon Man menuturkan, konsep perdamaian yang sebenarnya ialah ketika setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya. "Ketika seseorang tidak memperoleh haknya maka perdamaian tidak pernah ada," katanya.

Teuku Kamaruzzaman berharap, agar Aceh ke depan bisa mensejahterakan rakyatnya dan berdiri tegak bersamaan dengan pemerintah pusat.

"Negara itu ada untuk mensejahterakan rakyatnya, konsep negara itu sendiri harus kita turunkan menjadi kesejahteraan pada masing-masing rakyat," tutupnya.

Dalam kesempatan yang lain, Forum LSM Aceh, Sudirman mengatakan, Pemerintah Aceh harus melibatkan para petinggi GAM dan Mantan Juru Runding dalam segala perencanaan pembangunan.

"Pemerintah Aceh, harus melibatkan para petinggi GAM dan Mantan Juru Runding dalam perencanaan pembangunan sehingga ruh dan semangat perdamaian serta implementasi UUPA dapat berjalan sesuai harapan," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda