kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Razuardi: Meugang Tradisi Bagi Masyarakat Aceh dan Transaksi Tanpa Debat

Razuardi: Meugang Tradisi Bagi Masyarakat Aceh dan Transaksi Tanpa Debat

Senin, 19 Juli 2021 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Agam K

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Hari Meugang merupakan sebagai tradisi bagi masyarakat Aceh, baik menyambut bulan Ramadan, hari raya Idul Fitri dan hari taya Idul Adha.

Razuardi salah seorang tokoh masyarakat Aceh menuliskan di diding media sosial Facebook pribadinya, yaitu

"Tidak seramai tahun kemarin," sahut ibu paruh baya sembari menunggu bungkusan daging dari seorang penjual di lintasan jalan Beurawé ke Ulèe Karéng, Banda Aceh. "Kita beli sekedar aja, untuk merayakan meugang," jawabnya ketika ditawarkan lebih banyak oleh penjual itu.

Salah satu lokasi penjualan daging 'meugang' yang cukup populer di Banda Aceh, yakni di kawasan Desa Beurawé. Setidaknya, terdapat 13 lapak penjual di hari 'meugang' musim ini.

"Saya lebih nyaman belanja di sini," kata ibu muda yang didampingi suaminya. "Selain mudah dijangkau, memilih daging yang bagus, bisa langsung terlihat," sela suaminya.

"Nyoe sie hana gapah, Aduen (ini daging tidak berlemak, Bang," kata pedagang lain yang mengaku asal daging sapi yang dijajakannya itu dari Desa Bayu, Aceh Besar.

"Umpeun pih ta bie oun reumpun, lamtoro, nyang gèt-gèt (umpan pun kita berikan kangkung, lamtoro, yang bagus-bagus)," sambungnya meyakinkan.

Tiada berlebihan seperti yang disampaikan penjual itu, "pada hari meugang memang yang disembelih, sapi-sapi pilihan," komentar sosok lelaki muda yang berhasrat membeli daging untuk diantarkan ke rumah mertua.

Tidak berbeda dengan hari 'meugang' sebelumnya, harga daging per kilo lumayan tinggi. "Nyoe seureutôh lapan plôh ribè, meunyoe cok leubèh jeut lôn jôk tujôh blah (ini seratus delapan puluh ribu, kalau ambil lebih boleh saya berikan tujuh belas," sahut penjual asal Bayu itu, bermakna harga daging di situ berkisar antara 170 hingga 180 ribu per kilonya.

Menariknya, dengan harga yang relatif tinggi itu tidak terjadi debat antara penjual dan pembeli, "nyoe raseuki awak meukat sie, sithôn lhèe gö (ini rezeki orang jualan daging, setahun tiga kali)," komen seorang ibu lanjut usia yang sedang memesan tulang kaki.

“Harga komoditi yang relatif tinggi serta tidak dipersoalkan andil tradisi leluhur, berpotensi mempertahankan ekonomi masyarakat tertentu. Semoga ekonomi masyarakat terus membaik dan berkelanjutan. Amin,” tutup Razuardi.


Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda