Beranda / Berita / Aceh / Rapat Koordinasi Pemantauan Orang Asing dan TKA 2021

Rapat Koordinasi Pemantauan Orang Asing dan TKA 2021

Selasa, 30 November 2021 17:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Rapat Koordinasi Pemantauan Orang Asing dan Tenaga Kerja Asing Tahun 2021, Selasa (30/11/2021). [Foto: IST] 

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Perkembangan situasi saat ini terkait kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kerjasama internasional dan pendapatan negara dari sektor investasi serta pariwisata merupakan hal positif yang harus didukung oleh seluruh komponen bangsa dan negara.

Namun, patut disikapi dengan kewaspadaan adanya aspek negatif dari kebijakan tersebut berupa kemudahan akses orang asing untuk keluar masuk dan berkegiatan wilayah hukum negara Indonesia yang merupakan potensi Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan (ATHG) terhadap stabilitas sosial serta keamanan.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Kesbangpol Aceh, Drs. Mahdi Effendi dalam Rapat Koordinasi Pemantauan Orang Asing dan Tenaga Kerja Asing Tahun 2021, Selasa (30/11/2021).

Untuk itu, kata Mahdi, diperlukan peran aktif institusi negara dan pemerintah khususnya di daerah untuk menyikapi potensi ATHG tersebut, yang diwujudkan dalam kegiatan pemantauan orang asing serta tenaga kerja asing secara tersinergi agar hasil dari tujuan dan sasaran yang diharapkan dapat tercapai.

"Kegiatan orang asing di wilayah indonesia antara lain, wisata, bekerja, jurnalistik dan penelitian," sebutnya.

Mahdi menjelaskan, umumnya permasalahan orang asing yang masuk wilayah Indonesia, sebagai pelaku pelanggaran hukum seperti manusia perahu atau imigran asing/pengungsi asing, penyalahgunaan izin dan illegal fishing.

Orang Asing masuk ke Provinsi Aceh hanya dilakukan pemeriksaan oleh pihak Imigrasi apabila masuk melalui pintu kedatangan internasional yang dilengkapi TPI (Tempat Pemeriksaan Orang Asing).

"Orang Asing yang masuk dari Lapangan Terbang (Bandara Non Internasional), Pelabuhan Laut Umum dan Jalan Darat dari Medan belum seluruhnya terpantau," ungkapnya lagi.

Ia menambahkan, sebagian besar orang asing hanya melapor kepada pihak Imigrasi jika ada keperluan administrasi, seperti perpanjangan visa atau keterangan lainnya.

Selain itu, lanjutnya, pernikahan orang asing yang masuk Aceh dengan masyarakat setempat, berpotensi menimbulkan asimilasi liar.

Permasalahan orang asing di Aceh juga disebabkan adanya perbedaan antara tujuan kedatangan dan kegiatan selanjutnya dari orang asing, seperti berkelanjutan menjadi pengajar, pebisnis, peneliti maupun jurnalis.

"Dugaan Penyertaan modal asing yang tidak jelas di usaha penginapan, restoran dan lain sebagainya. Masih adanya wisatawan asing yang tidak mengindahkan kearifan lokal setempat," terangnya.

Dalam kesempatan itu, Mahdi juga menyampaikan Aceh terdeteksi menjadi tempat tujuan imigran bangladesh dan pengungsi rohingya asal negara Myanmar yang mengalami masalah krisis etnis di provinsi Rakhine, Myanmar, terindikasi sebagian imigran merupakan pengungsi dari wilayah Bangladesh.

Masuknya imigran Rohingya ke daratan Provinsi Aceh tidak terlepas dari peran masyarakat Aceh di wilayah pesisir yang menerima bahkan membantu untuk mendarat dengan alasan kemanusiaan dan kesamaan agama.

Para imigran rohingya masuk wilayah Aceh melalui pesisir timur, diantaranya wilayah Bireuen, Kota Lhokseumawe, Aceh utara, Aceh timur, Kota Langsa.

Atas peristiwa itu, pihaknya menganalisa adanya gelombang Rohingya ke Aceh dari tahun 2012 s.d 2020 diduga merupakan praktik smugling people dengan motif ekonomi dan bisnis. Dengan indikator diantaranya terdapat upaya pihak tertentu berinteraksi tanpa ijin dengan para imigran, adanya imigran melarikan diri dari pengungsian dan indikasi etnis rohingya berkartu unhcr memasuki aceh secara ilegal dari malaysia dengan membayar sejumlah uang serta berusaha masuk lokasi penampungan pengungsi.

"Wilayah indonesia, khususnya provinsi Aceh menjadi target permanen praktek smuggling people/pelundupan manusia (dengan motif pengungsi/pencari suaka)," ungkapnya.

Lanjutnya, Imigran ilegal berpotensi dimanfaatkan kelompok kepentingan tertentu sebagai agen spionase, jaringan smuggling people dan traficking, sindikat narkoba nasional maupun trans-nasional, penyebaran paham radikalisme kelompok radikal/teroris serta upaya subversif terhadap pemerintah, yang berpotensi mengancam keamanan dan kedaulatan negara.

Keberadaan imigran ilegal rawan dipolitisir sebagai agenda memojokkan pemerintah dalam penanganannya dengan isu-isu kemanusiaan dan ham. Tidak adanya ratifikasi secara khusus bagi penanganan pengungsi oleh pemerintah indonesia, akan membebani pemerintah dalam masalah anggaran penanganan imigran/pengungsi yang seharusnya difokuskan untuk program atau kebijakan lain demi kepentingan masyarakat.

Di akhir pemaparannya, Mahdi memberikan solusi dan rekomendasi untuk penyelesaian kasus orang asing, perlu deteksi dini dan cegah dini terhadap setiap potensi permasalahan yang berkaitan dengan orang asing dan tenaga kerja asing yang melakukan aktifitas di wilayah Aceh.

Sinergitas antar instansi dalam merumuskan langkah-langkah antisipasi terhadap potensi ATHG yang berkaitan dengan orang asing dan tenaga kerja asing di wilayah Aceh dan yang akan masuk ke Aceh.

Mengkoordinasikan setiap permasalahan secara sinergi dan terpadu terkait orang asing dan tenaga kerja asing di Aceh.


Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda