Radikalisme dan Terorisme Berpotensi Dihidupkan Dimana Saja, Termasuk di Sekolah dan Rumah
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Dosen FSH-UIN Ar Raniry Banda Aceh, Dr Kamaruzzaman Bustaman Ahmad MA. [Foto: lintasgayo.co]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr Kamaruzzaan Bustaman Ahmad MA menyatakan bahwa tahun 2017 dirinya pernah diundang ke Washington untuk berbicara soal trend pikiran konflik dalam pikiran manusia.
Sehingga, kata dia, pada saat itu muncul istilah baru yaitu Homegrown Terrorism. Basisnya yaitu pengetahuan berbasis pada internet, dan juga zona aman di dalam dunia maya.
Menurutnya, kecanduan radikalisme dan terorisme lebih banyak dipicu oleh internet. Karena banyak sekali orang yang membagikan informasi via Whatsapp, telegram dan sebagainya sering bermuatan emosional, bukan rasional.
“Jadi informasi yang disebarkan umumnya yang disebarkan adalah informasi yang memancing emosi seseorang atau banyak orang. Bahkan Potensi Pemilu 2024 akan banyak lahirnya buzzer-buzzer yang dibayar untuk memproduksi dan menyebarkan informasi maupun konten-konten,” ujar Kamaruzzaman di dalam kegiatan training of trainer menjadi guru pelopor moderasi melalui FKPT Aceh, Banda Aceh, Rabu (12/10/2022).
Disampaikan, sebagaimana hasil riset yang telah pernah dilakukan bahwa daerah-daerah yang memiliki potensi radikalisme dan terorisme rentan tahun 2023 sampai dengan 2024 adalah Aceh, di wilayah tengah Aceh, Banten, Bima dan Makassar.
Menurutnya, produksi kebencian juga berpotensi dihidupkan di lingkungan sekolah sekalipun yang melibatkan anak-anak di bawah umur.
Peristiwa terakhir yang dialami Aceh, kata dia, terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan bersama Kesbangpol Aceh, dimana ada pengaduan seorang ibu, ada anak perempuan yang duduk di bangku kelas 5 SD, pas pulang ke rumah sudah berani mengatakan kafir.
Usut punya usut, ternyata si anak memiliki kerabat keluarga di yang berada di Pulau Jawa dan aktif berkomunikasi dengan si anak melalui media maya dan sering menyuplai energi kebencian.
“Makanya jangan heran nantinya para pengantin bahwa pelaku terorisme yang lahir ke depan lahir dari anak-anak shaleh atau kaum remaja dan dia tidak pernah bermasalah di lingkungan sosial. Ini potensi yang saya Katakan,” ungkapnya.
“Pergerakan terorisme tidak diproduksi di dalam hutan, tetapi di produksi di dalam rumah sehingga banyak aksi terorisme terjadi dari produksi dalam rumah. Contoh kasusnya seperti Bom Panci,” pungkasnya.(Akh)
- Sebagai Wadah Persatuan, Alhudri Dorong PGRI Aceh Tingkatkan Kompetensi Guru
- Strategi Pencegahan Terorisme, FKPT Aceh Harap Guru Jadi Moderasi Beragama di Sekolah
- Pj Bupati Aceh Besar Buka Kegiatan Moderasi Beragama Sebagai Strategi Pencegahan Terorisme
- Pemkab Aceh Barat Diminta Tak Menunda Tindaklanjut Implementasi Pendidikan Antikorupsi