Psikolog Minta Pemerintah dan Masyarakat Bersinergi Selamatkan Generasi dari Bullying
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Media sosial kembali dihebohkan dengan berita perundungan di dunia pendidikan. Kali ini korban diduga merupakan seorang siswa SMP Plus Baiturrahman Bandung, sementara pelakunya merupakan sebayanya. Kabar perundungan atau bullying tersebut pertama kali mencuat setelah diunggah oleh akun @salmandoang.
Dalam video berdurasi 21 detik itu nampak seorang anak laki-laki yang mengenakan seragam olahraga diduga milik SMP Plus Baiturrahman dipasangkan helm berwarna merah oleh siswa lainnya.
Pasca helm dipasangkan, korban yang diduga siswaSMP Plus Baiturrahman tersebut lantas ditendang kepalanya sebanyak tiga kali dan beberapa kali dipukul dengan tangan. Setelah menerima berbagai perundungan fisik tersebut, sang korban langsung jatuh tersungkur dari kursi atau diduga pingsan.
Menurut Psikolog senior Aceh, Dra Psi Nur Janah Alsharafi mengatakan, ada beberapa sifat atau karakteristik tertentu yang membuat seorang remaja menjadi korban bully.
Di antaranya: Mempunyai fisik yang lebih lemah dari pada teman-teman sebayanya. Mudah curiga, cemas, sensitif, pendiam, pasif, pemalu dan mudah menangis. Mempunyai self esteem yang rendah, secara tidak langsung mereka memberikan 'tanda' bahwa mereka tidak berguna, menjadikan mereka target perilaku bullying.
"Korban bullying juga kesulitan untuk mendekatkan diri dengan teman-temannya. Lebih mudah berhubungan dengan orang yang lebih tua, seperti orang tua di rumah ataupun guru dari pada dengan teman-temannya," kata Nur Janah saat diwawancarai Dialeksis.com, Minggu (20/11/2022).
Nur Janah menjelaskan, bullying dapat merusak kesehatan baik fisik maupun mental korbannya. Dampaknya pun tidak hanya terjadi dalam jangka pendek saja melainkan juga jangka panjang. Korban bullying bisa mengalami cedera fisik, gangguan emosi, bahkan bisa berujung kematian.
Selain itu, kata dia, korban bullying berpotensi rentan terhadap gangguan kesehatan mental, sakit kepala, dan dalam jangka panjang dapat merusak kepercayaan diri, prestasi menurun.
"Kemudian reaksi terhadap bullying ini pun sebagian korban akan membalas dendam, melarikan diri dan ada juga yang tidak berdaya atau ketakutan," jelasnya lagi.
Siapa Pelaku?
Kata Nur Janah, proses belajar perilaku pembulian dimulai dari rumah. Anak-anak belajar untuk menjadi agresif terhadap anak lainnya, terutama dengan mengamati bagaimana interaksi anggota keluarga mereka sehari-hari. Teman bergaul, lingkungan sekitar (sekolah, kampus, pekerjaan), media.
Selain itu, pola asuh permisif-memanjakan juga turut menghasilkan kecenderungan remaja menjadi pelaku pembulian.
Menurut strategi menghadapi bullying harus dimulai sejak dini para remaja perlu mempelajari pentingnya ketahanan mental dan cara menerima kegagalan dengan baik, maka di masa depan akan terbentuk kesiapan menghadapi permasalahan yang lebih pelik dalam kehidupan dan lebih percaya diri.
Solusi mengatasi bullying
Semua pihak harus menciptakan lingkungan sekolah, desa dan lain-lain untuk bebas bullying; Komitmen seluruh jajaran pendidikan, masyarakat tentang Gerakan anti kekerasan dan perundungan; Peningkatan literasi masyarakat khususnya dunia pendidikan juga dunia kerja tentang pencegahan kekerasan dan perundungan; Pembentukan krisis center dan pelaporan 24 jam jika terjadi kekerasan dan perundungan.
"Komitmen itu yang penting, jika pemerintah dan masyarakat bisa sinergi. Kita sungguh-sungguh mau selamatkan generasi. Dulu ada hotline 129 untuk berbagai kasus kekerasan, apa kabarnya? Semoga bisa aktif dan disosialisasikan ke masyarakat," ungkapnya.
Menurutnya perlu juga aplikasi khusus di level kabupaten kota perlu untuk pelaporan dan pencegahan.