Psikolog: 62% Ibu di Aceh Butuh Bantuan Psikologis
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kesehatan mental masyarakat Aceh, khususnya ibu-ibu dengan anak berkebutuhan khusus, masih menjadi persoalan besar yang kerap terabaikan.
Hal ini disampaikan oleh Founder Yayasan Amanah Kamome, Poppy Amalya, dalam seminar kesehatan mental yang digelar di Banda Aceh, Minggu (22/12/2024).
Menurutnya, minimnya edukasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental dan stigma negatif dari lingkungan memperburuk tekanan mental yang dialami para ibu.
“Stigma dan komentar negatif dari lingkungan terhadap ibu dengan anak berkebutuhan khusus sering memperparah tekanan mental yang mereka rasakan,” ungkap Poppy kepada media dialeksis.com.
Ia juga menjelaskan bahwa banyak ibu tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk menemui psikolog. “Jika dibiarkan berlarut-larut, ini bisa berujung pada gangguan mental yang lebih serius,” tambahnya.
Hasil kuesioner terhadap 40 ibu yang mengikuti seminar ini menunjukkan bahwa 62 persen ibu berada dalam kategori stres pengasuhan tinggi, sementara 38 persen berada pada kategori sedang. Temuan ini menjadi alarm serius mengenai kondisi kesehatan mental para ibu di Aceh.
“Angka ini menunjukkan bahwa tekanan yang dialami ibu-ibu dengan anak berkebutuhan khusus sangat tinggi. Ini membutuhkan perhatian khusus dari semua pihak, terutama pemerintah,” jelas Poppy.
Poppy menekankan bahwa pemerintah Aceh, terutama gubernur terpilih, harus menjadikan isu kesehatan mental sebagai prioritas.
"Pemerintah Aceh harus menjadikan ini prioritas. Bagaimana mau membangun Aceh jika orang-orangnya memiliki masalah mental yang tidak teratasi?” ujarnya.
Tidak hanya pemerintah, dukungan keluarga, khususnya suami, juga menjadi faktor krusial dalam membantu para ibu menghadapi tekanan ini.
“Kesehatan mental perempuan bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga keluarga dan masyarakat,” tegasnya.
Selain stigma, tekanan mental semakin berat dirasakan oleh ibu yang menjalani peran ganda, sebagai ibu rumah tangga sekaligus pekerja. Konflik peran ini, menurut Poppy, sering membuat para ibu kewalahan.
“Ketika emosi tidak stabil, anak menjadi pihak yang paling terkena dampaknya,” ujarnya.
Poppy menggarisbawahi pentingnya edukasi tentang kesehatan mental di masyarakat. Seminar seperti yang ia adakan merupakan salah satu cara untuk membekali para ibu dengan pemahaman yang benar mengenai kesehatan mental dan cara mengelola stres.
Ia juga menyerukan perlunya akses mudah terhadap layanan psikologis dan konseling di Aceh.
“Dukungan yang tepat dari pemerintah, keluarga, dan masyarakat bisa membantu para ibu merasa tidak sendirian dalam menghadapi tantangan ini,” tutupnya.